Saturday, November 14, 2015

PENGARUH PENYIANGAN DAN MULSA THD PROD KACANG TANAH

Pengaruh Penyiangan Dan Mulsa Terhadap Produksi Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.).  
Effect of Weeding and Mulching on Production of Peanut (Arachis hypogaea L.).

LAPORAN PENELITIAN
RESEARCH REPORT
 







Oleh :

Ir. Agus Edi Setiyono, MP.
NIP : 1956090919870606002


Staf Pengajar
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PANCA MARGA
PROBOLINGGO
2014



RINGKASAN
Ir. Agus Edi Setiyono, MP.1 Pengaruh Penyiangan Dan Mulsa Terhadap Produksi Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.).
Produksi tanaman kacang tanah yang menguntungkan memerlukan teknologi untuk menekan pertumbuhan gulma, menekan biaya produksi serendah mungkin, dengan tidak mengabaikan teknologi budidaya kacang tanah. Salah satu cara untuk mengurangi dan menekan pertumbuhan gulma adalah dengan melakukan penyiangan dan menggunakan mulsa pada tanah yang ditanami sehingga diharapkan dapat memaksimalkan pertumbuhan dan meningkatkan produksi tanaman kacang tanah yang diusahakan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menguji pengaruh penyiangan dan mulsa terhadap produksi tanaman kacang tanah.
Penelitian dilaksanakan di desa Tegal Pasir, Kecamatan Tamanan, Kabupaten Bondowoso, pada ketinggian ± 324 meter di atas permukaan laut dengan jenis tanah regosol. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Juni 2013.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah bajak, cangkul, sabit, pisau, cetok, tugal, timba, kaleng, alat tulis, roll meter, penggaris, atau alat tanam, sprayer, timbangan, dan camera digital. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit kacang tanah varietas kancil, mulsa jerami padi, dan mulsa plastik hitam perak.

Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak kelompok  ( RAK ) faktorial dengan  3 kali ulangan. Adapun perlakuan terdiri dari dua ( 2 ) faktor yaitu Faktor 1 adalah penyiangan yang terdiri dari 3 (tiga) level yaitu : P1  =  tanpa penyiangan,
P2  = penyiangan 1 kali saat 30  hst, P3  = penyiangan 2 kali saat 30 hst dan 60 hst. Sedangkan Faktor 2 adalah penggunaan mulsa yang terdiri dari 3 (tiga) level, yaitu: M1  = tanpa mulsa, M2 = mulsa jerami padi (5 kg/petak percobaan), M3  = mulsa plastik hitam perak.
Penelitian yang dilaksanakan menyimpulkan bahwa : Faktor tunggal penyiangan 2 kali (P3) pada umur 30 dan 60 hari setelah tanam (hst) memberikan rerata tertinggi terhadap tinggi tanaman umur 20 hst, 40 hst, 60 hst dan 90 hst, maupun terhadap jumlah polong, bobot polong basah, bobot polong kering, bobot biji basah, dan bobot biji kering. Faktor tunggal penggunaan mulsa jerami padi (M2) memberikan rerata tertinggi terhadap produksi tanaman kacang tanah. Terdapat interaksi antara penyiangan 2 kali (P3) dan penggunaan mulsa jerami padi (M2) / kombinasi P3M2 terhadap produksi kacang tanah, dimana perlakuan P3M2 memberikan rerata tertinggi pada parameter jumlah polong, bobot polong basah, bobot polong kering, bobot biji basah, dan bobot biji kering. Dan menghasilkan produksi tertinggi yaitu berat biji kering 1,98 ton/ha dengan keuntungan bersih Rp. 16.140.000,-

SUMMARY
Ir. Agus Edi Setiyono, MP.1 Effect of Weeding and Mulching on Production of Peanut (Arachis hypogaea L.).

Peanut crop production profitable requires technology to suppress weed growth, reduce production costs as low as possible, to not ignore the peanut cultivation technology. One way to reduce and suppress the growth of weeds is to do weeding and use mulch on arable land that is expected to maximize growth and increase the production of crops cultivated peanut. The purpose of the study is to investigate and examine the effect of weeding and mulching the peanut crop production.
He experiment was conducted in the village of Tegal Sand, District Tamanan, regency, at an altitude of ± 324 meters above sea level with the soil type regosol. The study was conducted in March-June 2013.
The tools used in this study is the plow, hoe, sickle, knife, trowel, drill, buckets, cans, stationery, roll meter, ruler, or cropping tools, sprayer, scales, and digital camera. Materials used in this study are varieties of groundnut seeds deer, rice straw mulch and plastic mulch.
The experiment was conducted using a randomized complete block design (RAK) factorial with 3 replications. The treatment consists of two (2) factors: Factor 1 is weeding consisting of three (3) levels: P1 = no weeding, P2 = 1 time weeding when 30 dap, P3 = weeding 2 times the current 30 and 60 dap dap. While the second factor is the use of mulch consisting of three (3) levels, namely: M1 = without mulch, mulch M2 = rice straw (5 kg / plot trial), M3 = plastic mulch.
The study conducted concluded that: The single factor weeding 2 times (P3) at the age of 30 and 60 days after planting (dap) gave the highest mean age of the plant height 20 dap, 40 dap, 60 dap and 90 dap, and the number of pods, weight wet pods, pod weight of dry, wet seed weight and seed dry weight. Single factor rice straw mulching (M2) gives the highest rates of the peanut crop production. There is interaction between weeding 2 times (P3) and the use of rice straw mulch (M2) / combination of the peanut production P3M2, P3M2 treatment which gives the highest rates in the parameter number of pods, pod wet weight, dry weight of pods, seed weight wet, and weight dry beans. And generate the highest production of dry seed weight of 1.98 tonnes / ha with a net profit o

I. PENDAHULUAN
1.1.         Latar Belakang
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) dibutuhkan sebagai salah satu produk pertanian tanaman pangan selama setahun masih perlu ditingkatkan sejalan dengan kenaikan pendapatan dan jumlah penduduk. Terjadinya peningkatan permintaan dicerminkan dari adanya kecenderungan meningkatnya kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi langsung dan untuk memenuhi  kebutuhan pasokan bahan baku industri hilir, antara lain untuk industri kacang kering, industri produk olahan lain yang siap dikonsumsi baik dalam bentuk asal olahan kacang maupun dalam campuran makanan.
Unsur strategis yang unik dari mata dagang kacang tanah dapat diikuti dari semakin meningkatnya impor, dengan demikian memberikan kesempatan bagi Indonesia meningkatkan produksi untuk memperkecil pembelanjaan devisa. Kondisi tetap tingginya harga kacang tanah, memberikan rangsangan bagi upaya-upaya untuk meningkatkan produksi dalam negeri. Upaya peningkatan produksi tersebut masih dihadapkan kepada beberapa macam kendala. Kendala tersebut antara lain adalah masih adanya kelemahan pada teknik budidaya, kelemahan penanganan gulma dan serangan hama penyakit yang belum dikendalikan secara optimal (Adisarwanto, 2005).
Salah satu komoditi yang masih rendah produktivitasnya ditingkat petani adalah kacang tanah Produksi komoditi kacang tanah per hektarnya belum mencapai hasil yang maksimum yaitu 1,5 – 2 ton/ha.
Faktor yang dapat berperan dalam keberhasilan budidaya kacang tanah adalah tahap budidaya yang meliputi cara tanam, pemupukan, waktu tanam, cara pengendalian hama dan penyakit, pengairan, dan pengendalian gulma Tumbuhan yang bukan dibudidayakan seperti gulma dapat menyaingi tanaman budidaya dalam hal mendapatkan sinar matahari, ruang gerak dan unsur hara, yang pada tahap selanjutnya akan mengurangi produksi tanaman yang dibudidayakan terutama kacang Tanah.
Untuk meningkatkan hasil kacang tanah perlu adanya teknologi yang dapat menekan pertumbuhan gulma dengan berbagai cara dan penerapannya, Salah satu cara untuk mengurangi dan menekan pertumbuhan gulma adalah dengan melakukan penyiangan dan   menggunakan mulsa pada tanaman kacang tanah
Berdasarkan permasalahan diatas, terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi peningkatan pertumbuhan dan hasil kacang tanah, yaitu  penyiangan dan keberadaan mulsa di areal budidaya tanaman Kacang tanah.
1.2. Tujuan Penelitian
1.    Untuk mengetahui dan menguji pengaruh penyiangan terhadap produksi tanaman kacang tanah.
2.   Untuk mengetahui pengaruh mulsa terhadap produksi tanaman kacang tanah.
3.   Untuk mengetahui pengaruh penyiangan yang dikombinasikan dengan penggunaan mulsa terhadap produksi tanaman kacang tanah.
1.3.      Botani Kacang Tanah
Sistematika tanaman kacang tanah menurut Marzuki (2007) adalah  sebagai berikut :
Kingdom         : Plant Kingdom
Divisi               : Spermatophyta
Sub divisi        :    Angiospermae
Klass                :                  Dicotyledoneae
Ordo                 : Rosales
Famili              : Papilionaceae
Sub family      : Leguminosae
Genus              : Arachis
Spesies             : Arachis hypogaea  L.
1.4.      Syarat Tumbuh Kacang Tanah
Untuk tumbuh dan berkembang, tanaman kacang tanah memerlukan persyaratan  tumbuh  yang  meliputi  faktor  kondisi  tanah dan faktor iklim. Kedua faktor tersebut akan sangat mempengaruhi penetuan saat tanam yang tepat.
a)      Keadaan tanah
Kacang tanah tidak terlalu dipengaruhi jenis tanah. Pada lahan berat (heavyclay / fine textured soil), kacang tanah masih dapat menghasilkan, jika pengolahan tanahnya dilakukan dengan baik. Ttanaman kacang tanah dapat tumbuh optimal pada tanah yang cukup unsur hara. Tanah ringan yang umumnya gembur memungkinkan akar tumbuh dengan baik, dan lebih banyak polong yang terbentuk.
Kacang tanah masih mampu tumbuh dengan cukup baik pada tanah asam (pH 5,0), Keasaman (pH) tanah yang ideal bagi kacang tanah berkisar antara 6,0 – 7,0. Pada pH tanah antara 7,5 – 8,0 , daun akan menguning dan terjadi bercak hitam pada polong. Dengan demikian, kualitas dan kuantitas polong akan menurun (Fachruddin, 2000).
b)      Keadaan Iklim
Kacang tanah umumnya tumbuh di iklim kering, pada daerah (zone) tipe  iklim E (terjadi 3 bulan basah berturut-turut), tipe iklim D 3, (terjadi 3-4 bulan basah berturut-turut dan 4-6 bulan kering berturut-turut), dan tipe iklim C 3 (terjadi 5-6 bulan basah berturut-turut dan 4-6 bulan kering berturut-turut). Pada suhu kurang dari 18 ºC, laju perkecambahan rendah. Pertumbuhan kacang tanah meningkat sejalan dengan peningkatan suhu dari 20 ºC menjadi 30 ºC. Jumlah dan distribusi curah hujan sangat berpengaruh terhadap produksi kacang tanah. Hujan yang cukup pada saat tanam sangat dibutuhkan agar tanaman dapat berkecambah dengan baik. Distribusi curah hujan yang merata selama periode tumbuh akan menjamin keberhasilan pertumbuhan vegetatif (Fachruddin, 2000).
Syarat tumbuh optimal tanaman kacang tanah dapat dilihat dan disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Syarat Tumbuh Tanaman Kacang Tanah Berdasarkan Sifat Fisiologi, Daya Adaptasi, dan Kebutuhan Optimal Terhadap Kondisi Iklim.
Parameter
Satuan
Kondisi Optimal

1. Laju Fotosintesis

Mg CO2/dm3/jam

40-50

Suhu Udara
a. Optimal
b. Kisaran Aktif


0C


25-30
10-35

3.Radiasi Surya

Kal/Cm2/menit

0,3-0,8

4. Air (Hujan)

g/g bahan kering
mm/bln
mm/hr

300-700
45-200
25,6,7

Sumber :    Budidaya kacang- kacangan ( Fachruddin, 2000)

1.5.      Morfologi Kacang Tanah
Menurut Adisarwanto (2005), morfologi tanaman kacang tanah terdiri dari daun, bunga, buah, biji, akar.
a)      Daun
Tanaman  kacang tanah memiliki daun majemuk bersirip ganda. Tangkai daun agak panjang, tiap tangkai terdiri atas 4 anak daun.
b)      Bunga
Tanaman kacang tanah mulai berbunga pada umur kurang lebih 4-5 minggu. Bunga tumbuh pada ketiak daun. Setiap bunga memiliki tabung kelopak berupa tangkai panjang bewarna putih. Mahkota bunga (corolla) bewarna kuning dan memiliki bendera yang bergaris-garis merah pada pangkalnya. Bunga tanaman kacang tanah mampu melakukan penyerbukan sendiri ini hanya selama 1 hari.
c)      Buah
Buah tanaman kacang tanah berbentuk polong. Setelah terjadi pembuahan, bakal buah yang disebut ginofora tumbuh memanjang. Ginofora ini merupakan bakal jadi tangkai polong. Ujung ginofora yang runcing mula-mula mengarah ke atas, tetapi setelah tumbuh, ujung ginofora mengarah ke bawah kemudian masuk ke dalam tanah. Pertumbuhan memanjang ginofora akan terhenti setelah terbentuk polong.
d)      Biji
Biji tanaman kacang tanah memiliki warna yang bermacam-macam yakni putih, merah, ungu, dan kesumba. Biji yang paling baik adalah warna merah muda.
e)      Akar
Tanaman kacang tanah berakar tunggang, dengan akar cabang yang tumbuh tegak lurus pada akar tunggang tersebut. Akar cabang ada yang mati dan ada yang juga yang menjadi akar permanen yang berfungsi untuk menyerap makanan. Pada akar dan polong kacang terdapat semacam bulu akar yang dapat menyerap makanan.
1.6.      Penyiangan
Penyiangan identik dengan pengendalian gulma, ada beberapa cara pengendalian gulma antara lain dengan pencabutan, dengan memakai alat seperti bajak, cangkul, dan sabit serta alat-alat lainnya, dan juga dapat dengan menggunakan bahan kimia seperti herbisida.
Apapun cara yang dilakukan tujuannya adalah mengendalikan gulma agar tidak mengganggu pertumbuhan tanaman yang diusahakan. Periode kritis pertumbuhan kacang tanah terhadap cekaman populasi gulma adalah 1/3 umur tanaman di awal pertumbuhan atau sekitar umur 10-30 hari setelah tanam. Kegiatan penyiangan sebaiknya dilakukan pada periode sebelum tanaman berbunga (Adisarwanto, 2005).
1.7.      Mulsa
Salah satu teknik konservasi tanah yang mudah diterapkan adalah penggunaan sisa tanaman sebagai mulsa, karena mulsa dapat diperoleh dari sisa-sisa hasil tanaman pertanian seperti sisa pemanenan tanaman padi atau jagung. Mulsa secara langsung melindungi permukaan tanah dari pukulan butir hujan, sehingga mengurangi energi pukulan hujan, volume, kecepatan aliran permukaan, meningkatkan aktivitas fauna tanah, dan meningkatkan pembentukan agregat tanah. Keunggulan lain dari mulsa antara lain dapat mempertahankan atau memperbaiki sifat fisik tanah, memperkecil proses dispersi, meningkatkan stabilitas agregat tanah, dan memperbaiki struktur tanah dan pada tahap selanjutnya dapat mempercepat laju infiltrasi.
Mulsa adalah setiap bahan yang dipakai untuk menutupi permukaan tanah yang dapat berfungsi untuk menghindari kehilangan air melalui penguapan dan dapat menekan pertumbuhan gulma. Bahkan seperti jerami, serbuk gergaji, pupuk kandang, dedaunan dan bahan tanaman lain yang dapat dianggap sebagai mulsa. Penggunaan mulsa dari bahan tanaman dapat berguna sebagai pupuk bila telah terurai dengan tanah, setelah mengalami proses dekomposisi, hal ini tergantung dari bahan tanaman yang digunakan.
Mulsa adalah material penutup tanah pada tanaman budidaya untuk menjaga kelembaban tanah, mengurangi fluktuasi suhu tanah, menekan pertumbuhan gulma dan penyakit sehingga membuat tanaman tersebut tumbuh dengan baik (Anonymous, 2011).
Salah satu cara untuk mencegah tumbuhnya gulma yang berada dalam tanah adalah dengan menghalangi cahaya matahari sampai ke permukaan tanah. Dengan pemberian selapis bahan mulsa dalam jumlah tepat yang ditutupkan di atas tanah atau di atas gulma yang sudah tumbuh akan sangat berhasil dalam menghambat pertumbuhan gulma. Jerami padi, alang-alang atau sisa tanaman yang lain dapat digunakan sebagai mulsa (Radjit, 1992).
Berdasarkan asal bahan mulsa dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu mulsa organik dan mulsa anorganik
a)      Mulsa organik
Mulsa organik berasal dari bahan-bahan alami yang mudah terurai seperti sisa-sisa tanaman seperti jerami dan alang-alang. Mulsa ini mudah dan murah didapatkan.
Keuntungan lainnya adalah mulsa ini dapat terurai sehingga menambah kandungan bahan organik dalam tanah.
Untuk mengganti mulsa yang telah terurai perlu ditambahkan cacahan jerami / alang-alang / cacahan batang dan daun jagung atau rumput-rumputan lainnya.
Bahan kompos, seperti sekam, jerami padi, batang jagung, dan serbuk gergaji, memiliki C/N rasio antara 50-100. Daun segar memiliki C/N rasio sekitar 10 – 20. Cara pembuatan kompos melalui proses penguraian oleh mikroorganisme dapat menurunkan C/N rasio suatu bahan kompos (Novizan, 2002).
Penelitian tentang penggunaan jerami padi yang digunakan sebagai mulsa pada tanaman kacang tanah oleh Anonymous (2004) menunjukkan hasil bahwa pemberian mulsa (bokashi) jerami padi berpengaruh nyata terhadap berat akar, index luas daun, jumlah khlorofil, berat biomasa, serapan P, bobot polong isi, bobot biji kering dan bobot 1000 biji tanaman kacang tanah.
Penelitian tentang ketebalan penggunaan mulsa jerami padi pada tanaman kacang tanah oleh Riswandi (1995) menyatakan bahwa mulsa jerami padi dengan ketebalan 20 - 25 cm paling menekan pertumbuhan gulma Echinochloa colona, Cyperus iria, Cyperus difformis dan Eclipta prostrata, dan masih dapat menekan pertumbuhan gulma Commelina nudiflora, sehingga dapat diketahui bahwa penggunaan jerami padi sebagai mulsa pada tanaman kacang tanah dapat menekan pertumbuhan gulma. Dari hasil penelitian ini didapatkan hasil tertinggi kacang tanah  diperoleh dari perlakuan mulsa jerami padi dengan ketebalan 20 - 25 cm.
Hasil penelitian Damanik dkk (2000) menunjukkan bahwa pemberian mulsa sampai 2,76 ton/ha tidak berpengaruh nyata terhadap parameter sifat fisik tanah terutama bobot isi dan ruang pori total. Namun laju infiltrasi minimum tanah meningkat dengan pemberian mulsa minimal 2,76 ton/ha. Pemberian mulsa sampai 2,76 ton/ha belum berpengaruh pada peningkatkan produksi. Namun, ada kecenderungan peningkatan pertumbuhan dan produksi dengan meningkatnya penggunaan mulsa.
b)      Mulsa anorganik
Mulsa anorganik terbuat dari bahan-bahan sintetis yang sukar terurai. Misalnya mulsa plastik hitam perak atau karung. Jika mulsa organik diberikan setelah tanaman / bibit ditanam, maka mulsa anorganik dipasang sebelum bibit ditanam. Kemudian mulsa dilubangi sesuai dengan jarak tanam. Hanya saja mulsa sintetis ini sekarang harganya mahal, terutama mulsa plastik hitam perak. Fungsi mulsa plastik dapat memantulkan sinar matahari, secara tidak langsung untuk menghalau hama tungau, thrips dan aphid, selain itu mulsa plastik digunakan dengan tujuan menaikkan suhu dan menurunkan kelembaban di sekitar tanaman, sehingga dapat menghambat munculnya penyakit yang disebabkan oleh bakteri (Anonymous, 2011).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2000) menunjukkan bahwa faktor pemulsaan, terutama penggunaan mulsa plastik hitam perak dapat meningkatkan jumlah ginofora dan bobot polong kacang tanah. Pemulsaan juga sangat efektif menghambat penyebaran Peanut Stripe Virus (PSTV). Sedangkan penelitian tentang penggunaan plastik hitam perak oleh Suryami (2000), menunjukkan bahwa pemberian mulsa plastik hitam perak berpengaruh nyata menurunkan intensitas serangan PSTV pada 5, 7, 9 minggu Setelah Tanam serta meningkatkan jumlah polong per tanaman, panjang polong, bobot kering polong per petak, jumlah biji per tanaman dan bobot biji kering per tanaman.
1.8. Gulma
Harsono (1990) mendefinisikan gulma sebagai tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak dikehendaki manusia. Hal ini dapat berarti tumbuhan tersebut merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung,
Munandir dan Mardiati (1990) menyatakan, bahwa gulma adalah tumbuhan yang tumbuh bersama tanaman yang dibudidayakan dan bersifat merugikan. Kehadiran gulma akan menimbulkan persaingan yang serius di dalam mendapatkan air, hara maupun sinar matahari, akibatnya hasil tanaman tidak akan mampu menunjukkan potensi yang sebenarnya, walaupun secara umum dapat dikatakan bahwa besarnya kerugian karena kompetisi dengan gulma sangat ditentukan oleh lokasi atau kesuburan tanah, jenis gulma, tingkat kelembaban tanah dan pengolahan tanah.
1.9. Hipotesis
Hipotesis yang dapat diajukan sehubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.    Metode penyiangan tertentu dapat meningkatkan produksi tanaman kacang tanah.
2.    Penggunaan mulsa tertentu dapat meningkatkan produksi tanaman kacang tanah.
3.    Ada interaksi antara penyiangan dengan penggunaan mulsa terhadap produksi Tanaman kacang tanah.
II. METODE PENELITIAN
2.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Tegalpasir, Kecamatan Jambesari, Kabupaten Bondowoso pada ketinggian ± 324 meter di atas permukaan laut dengan jenis tanah regosol. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Juni 2013.
2.2. Alat dan Bahan Penelitian
2.2.1. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah bajak, cangkul, cetok, timba, kaleng, camera digital, alat tulis, sabit, roll meter, penggaris, tugal atau alat tanam,sprayer, timbangan.
2.2.2. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit kacang tanah varietas kancil, mulsa jerami padi, dan mulsa plastik hitam perak.
2.3 .Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial dengan 3 kali ulangan. Adapun perlakuan terdiri dari dua ( 2 ) faktor yaitu:
Faktor P adalah penyiangan yang terdiri dari 3 (tiga) level yaitu :
P1 = tanpa penyiangan
P2 = penyiangan 1 kali umur 30 hst
P3   =  penyiangan 2 kali umur 30 hst dan 60 hst
Faktor M adalah penggunaan mulsa yang terdiri dari 3 (tiga) level, yaitu:
M1 =   tanpa mulsa
M2 =   mulsa jerami padi (5 kg/petak percobaan)
M3 =   mulsa plastik hitam perak
Dengan demikian setiap ulangan terdapat  9 kombinasi perlakuan:
2.4 .Metode Analisis
Model matematis yang digunakan untuk Rancangan Acak Kelompok Faktorial (Supadi, 2000) adalah sebagai berikut
Yijk  =  µ + Ai + Bj +βj+AB ij + Єk (ij)
Yijk  =    Variable respon karena pengaruh bersama taraf ke i faktor A dan taraf ke j faktor B yang terdapat pada observasi ke i
µ             =    Efek rerata
K             =    Pengaruh kelompok ke k
Ai            =    Efek dari taraf ke-i dari faktor A
Bj            =    Efek dari taraf ke-j dari faktor B
ABij        =    Efek dari interaksi antara taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B
ЄK(ij)     =    Efek dari unit eksperimen ke k dalam kombinasi perlakuan (ij).
Untuk memperoleh nilai ragam masing-masing sifat yang diamati, analisis dilakukan dengan menghitung sidik ragam secara terpisah. Nilai tengah pengaruh perlakuan diuji lebih lanjut dengan uji BNT taraf 5% (Sudjana, 1980).
2.5 Pelaksananan Penelitian
2.5.1 Persiapan Lahan dan Benih
Tanah dibajak dan selanjutnya dibuat petak-petak percobaan dengan ukuran 3 m x 2 m, jarak antar perlakuan 30 cm, dan jarak antar ulangan 50 cm.
2.5.2.  Pemupukan
Pupuk yang diberikan yaitu pupuk kandang yang diberikan 2 minggu sebelum tanah diolah.
2.5.3 .Penanaman
Cara penanaman tiap perlakuan berbeda, hal ini dikarenakan terdapat perlakuan penggunaan mulsa yang berbeda.
a)      Cara penanaman pada perlakuan tanpa mulsa
Penanaman dilakukan dengan alat tanam tugal, kedalaman lubang tanam 3 cm. Tiap lubang tanam diisi 2 biji. Jarak tanam 30 cm x 20 cm.
b)      Cara penanaman pada perlakuan penggunaan mulsa jerami padi
Penanaman dilakukan dengan alat tanam tugal, kedalaman lubang tanam 3 cm. Tiap lubang tanam diisi 2 biji. Jarak tanam 30 cm x 20 cm. Setelah itu tutup petak tanah dengan menggunakan jerami padi.
c)      Cara penanaman pada perlakuan penggunaan mulsa plastic hitam perak
Mulsa dihamparkan kemudian dilubangi dengan kaleng berdiameter 12 cm yang dipanaskan. Kedalaman lubang tanam 3 cm. Tiap lubang tanam diisi 2 biji. Jarak tanam 30 cm x 20 cm
2.5.4.  Pemeliharaan Tanaman
Penyulaman dilakukan pada saat tanaman berumur 7 hari setelah tanam (hst), pengairan dilakukan 2 kali dalam seminggu (3 hari sekali) pada umur 1 sampai 40 hst, dan 1 kali dalam seminggu pada umur 41-90 hst. Penyiangan dilakukan sesuai perlakuan pada masing-masing petak percobaan. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan cara pemantauan berkala setiap minggunya yaitu pada umur 7, 14, 21, 28, 35, 42, 49 hst.
2.5.5 .  Panen
Tanaman kacang tanah dipanen pada umur 90 hari, dengan tanda-tanda : kulit polong mengeras dan berwarna coklat kehitaman, polong berisi penuh, kulit biji tipis mengkilat dan tidak berair serta sebagian daun telah rontok
2.6.      Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati pada 12 (dua belas) tanaman contoh dalam  penelitian adalah sebagai berikut :
a)   Fase Pertumbuhan Vegetatif (Pertumbuhan Tanaman)
1.   Tinggi tanaman umur 20, 40, 60 hst dan saat panen yaitu di ukur dari leher akar sampai pucuk tanaman.
2.   Diameter batang tanaman pada saat panen
3.    Jumlah daun sempurna, tanpa terserang hama dan penyakit pada umur 20, 40, 60 hst dan pada saat panen.
b)   Fase Pertumbuhan Generatif (Hasil Tanaman)
1.   Jumlah polong per tanaman.
2.   Bobot polong basah per tanaman (g).
3.   Bobot polong kering per tanaman (g).
4.   Bobot biji kering per petak (kg).
5.   Bobot biji kering per hektar (ton).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Tinggi Tanaman (cm)
Analisa statistik tinggi tanaman pada penelitian ini terdiri dari empat (4) kali pengamatan, yaitu 20 hst, 40 hst, 60 hst dan pada saat panen (90 hst).
Tabel 2.        Uji BNT 5 % Rerata Tinggi Tanaman (cm) Umur 20 dan 90 hst Karena Pengaruh Interaksi Penyiangan dan Pemberian Mulsa.

Perlakuan
Rerata Tinggi Tanaman (cm)
20 hst
90 hst
P1M1
12,750 a
50,533 a
P1M2
15,250 b
49,900 a
P1M3
17,028 c
50,433 a
P2M1
17,528 c
52,133 b
P2M2
18,611 d
53,400 c
P2M3
19,028 d
53,567 c
P3M1
19,417 d
54,333 c
P2M2
19,194 d
55,800 d
P3M3
20,222 e
58,967 e
BNT 5%
0,92
1,054

Keterangan = Angka-angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama  menunjukkan beda tidak nyata pada uji BNT dengan taraf 5%.
Hasil analisis statistik Tabel 2 menunjukkan bahwa terjadi interaksi yangberbeda sangat nyata antara perlakuan penyiangan dan perlakuan penggunaan jenis mulsa terhadap tinggi tanaman pada 20 dan 90 hst. Rerata tertinggi didapat dari kombinasi perlakuan penyiangan 2 kali dan penggunaan jenis mulsa plastik hitam perak (P2M2) yaitu 20.222 cm pada pengamatan 20 hst dan 58.967 cm pada pengamatan 90 hst.
Tabel 3.        Rerata Tinggi Tanaman (cm) Umur  40 dan 60 hst Karena Pengaruh Faktor Tunggal Penyiangan dan Pemberian Mulsa.
Perlakuan
Rerata tinggi tanaman (cm)
40 hst
60 hst
P1
37,111 a
46,121 a
P2
37,389 a
52,435 b
P3
38,194 a
53,453 b
BNT 5%
1,22
1,21
M1
37,111 a
49,842 a
M2
37,435 a
50,528 a
M3
38,148 a
51,648 b
BNT 5%
1,22
1,21

Keterangan    =    Angka-angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT dengan taraf 5%.
Pada Tabel 3, hasil uji BNT 5 % terhadap faktor tunggal dari kedua perlakuan yaitu penyiangan dan penggunaan mulsa terhadap tinggi tanaman kacang tanah pada pengamatan 40 hst memberikan hasil yang berbeda tidak nyata. Sedangkan pengamatan 60 hst menunjukkan hasil rerata tertinggi 53.453 cm pada perlakuan faktor tunggal penyiangan 2 kali dan 51.648 cm pada perlakuan faktor tunggal penggunaan mulsa plastik hitam perak
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi yang berbeda sangat nyata antara perlakuan penyiangan dan perlakuan penggunaan jenis mulsa terhadap tinggi tanaman pada 40 dan 60 hst. Hal ini dikarenakan pada fase vegetatif, penggunaan jenis mulsa tidak begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman terutama tinggi tanaman. Namun pada perlakuan penyiangan tertentu memiliki selisih hasil rerata yang cukup nyata. Perlakuan faktor tunggal penggunaan mulsa menunjukkan bahwa  penggunaan mulsa plastik hitam perak (M3) memiliki nilai rerata tertinggi dibandingkan dengan penggunaan mulsa jerami padi dan tanpa menggunakan mulsa.
Hal ini diduga karena adanya persaingan unsur hara yang terjadi, karena tumbuhnya gulma pada perlakuan tanpa mulsa sehingga hasil rerata tinggi tanaman yang dihasilkan sangat rendah. Hal ini didukung dengan pernyataan Purnomo dan Rahmianna (1992) bahwa, adanya gulma akan menimbulkan persaingan serius di dalam mendapatkan air, hara maupun sinar matahari. Ditinjau dari unsur fisiologi tanaman, hal ini disebabkan karena pengaruh kompetisi dengan gulma sangat ditentukan oleh lokasi atau kesuburan tanah, jenis gulma, dan tingkat kelembapan tanah.
Kondisi tanah yang baik, terutama pada tanah yang cukup lembab / tercukupinya kebutuhan air akan membuat potensi perkembangan pertumbuhan tinggi tanaman akan tumbuh dengan baik. Gangguan yang terjadi pada awal pertumbuhan tanaman menurut Kuntoharto (1980) akan menurunkan hasil panen, sedang gangguan yang terjadi pada saat menjelang panen akan menurunkan kualitas panen. Dengan demikian dinyatakan Harsono (1990) bahwa periode kritis tanaman terhadap gangguan gulma berada sekitar umur 20-30 hari. Lebih lanjut menurut Kasasian (1972) menambahkan bahwa periode kritis suatu tanaman terhadap persaingan gulma berada di awal pertumbuhan tanaman sampai sepertiga umur tanaman.
3.2. Diameter Batang Tanaman (cm)
Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi yang signifikan antara perlakuan penggunaan mulsa dan perlakuan penyiangan terhadap diameter batang tanaman. Pada perlakuan faktor tunggal penggunaan mulsa jerami padi (M2) dan mulsa plastik hitam perak (M3) dengan perlakuan tanpa mulsa (M1) menunjukkan berbeda nyata. Namun pada perlakuan faktor tunggal penyiangan, hasil rerata tertinggi pada uji BNT 5 % ditunjukkan pada penyiangan 2 kali yaitu 1.661 cm. Penggunaan mulsa ternyata tidak berpengaruh terhadap diameter batang tanaman. Hal ini dapat diduga bahwa gulma yang tumbuh eksplosif untuk bersaing dengan tanaman kacang tanah. Hasil analisa menunjukkan bahwa hasil penyiangan berpengaruh pada diameter batang tanaman, seperti terlihat pada tabel 4.
Tabel 4.            Rerata Diameter Batang Tanaman (cm) Saat Panen Karena Pengaruh Faktor Tunggal Penyiangan atau Pemberian Mulsa.
Perlakuan
Jumlah
Diameter (cm)
P1
1,233 a
P2
1,524 b
P3
1,661 c
BNT 5%
0,056
M1
1,475 a
M2
1,471 a
M3
1,472 a
BNT 5%
0,056
Keterangan =    Angka-angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT dengan taraf 5%.
Penyiangan pada lahan yang kondisi pertumbuhan gulma lambat pada tanaman kacang tanah, tidak terlalu memerlukan kondisi bebas dari gulma. Hal ini hanya perlu penyiangan pada masa-masa tertentu untuk mengendalikan gulma. Diduga karena laju pertumbuhan kacang tanah lebih cepat dari pada laju pertumbuhan gulma jenis Cyperus rotundus. Pertanaman kacang tanah perlu penanganan penyiangan yang intensif pada lahan-lahan yang mempunyai kondisi laju pertumbuhan gulma yang cepat seperti gulma yang berdaun lebar. Hal ini sangat memungkinkan bahwa penyiangan 2 kali pada umur 30 dan 60 hst cukup menekan pertumbuhan gulma pada periode kritis pertumbuhan kacang tanah dengan gulma, sehingga dapat meningkatkan jumlah polong per tanaman. Dalam hal ini, menurut Harsono (1990) periode kritis adalah suatu periode dimana tanaman sangat peka terhadap cekaman gulma dan dalam periode ini akan sangat merugikan.  Apabila tanaman tumbuh bersama dengan gulma selama 20 hari, akan terjadi penurunan hasil sekitar 10 %, dan penurunan ini terus bertambah apabila tanaman tumbuh bersama gulma hingga panen. Secara ekonomis, perlakuan 2 kali penyiangan dapat menghemat biaya sebesar 50 % bila dibandingkan dengan biaya untuk perlakuan bebas gulma.
3.3 Jumlah Daun Sempurna (Helai)
Analisa statistik jumlah daun sempurna pada penelitian ini terdiri dariempat (4) kali pengamatan, yaitu 20 hst, 40 hst, 60 hst dan pada saat panen (90 hst).
Tabel 5.    Rerata Jumlah Daun Sempurna Umur 20, 40, 60 dan 90 hst Karena Pengaruh Faktor Tunggal Penyiangan dan Pemberian Mulsa.

Perlakuan
Hasil Jumlah Daun Sempurna (helai) pertanaman
20 hst
40 hst
60 hst
90 hst
P1
12,063a
30,413a
36,974a
5,261a0
P2
13,048c
31,972b
38,850b
55,376b
P3
12,589b
33,023c
38,602b
58,103c
BNT 5%
0,377
1,4
0,63
1,9
M1
12,374a
32,321
37,550a
54,693b
M2
12,527a
31,781
38,115a
55,676b
M3
12,799a
31,306
38,761b
53,372a
BNT 5%
0,377
1,4
0,63
1,9
Keterangan =              Angka-angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT dengan taraf 5%.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara perlakuan penyiangan dan perlakuan penggunaan mulsa terhadap jumlah daun pada pengamatan 20, 40, dan 60 hst. Pada tabel 4, perlakuan factor tunggal penyiangan 2 kali umur 90 hst menunjukkan bahwa terdapat hasil rerata beda nyata dengan perlakuan tanpa penyiangan dan perlakuan penyiangan 1 kali. Hal ini berbeda dengan hasil rerata pada 20, 40, dan 60 hst yang tidak berbeda nyata. Hal ini dikarenakan adanya serangan penyakit karat daun yang menyerang perlakuan tanpa penyiangan (P1) pada umur menjelang 90 hst.
Penyakit karat daun tersebut disebabkan oleh adanya jamur. Serangan penyakit karat daun pada awalnya ditandai dengan adanya bercak kecil berwarna putih pada permukaan daun. Bercak kemudian membesar dan berubah warna mejadi kuning kecoklatan yang akhirnya cokelat tua menyerupai karat besi. Hal ini dikarenakan pH tanah pada lahan penelitian cukup tinggi yaitu 7,4 sehingga pada saat tanaman kacang tanah berumur 85 hst dapat mempengaruhi kondisi daun yang secara fisiologis kondisinya menurun. Hasil rerata tertinggi pada perlakuan faktor tunggal penyiangan pada tiap pengamatan yaitu 13.048 helai per tanaman pada 20 hst (P2), 33.032 helai per tanaman pada 40 hst (P3), 38.850 helai per tanaman pada 60 hst (P2), dan 58.103 helai per tanaman pada 90 hst (P3). Sedangkan pada faktor tunggal  penggunaan mulsa hasilnya tidak berbeda nyata. Perlakuan faktor tunggal penggunaan mulsa menunjukkan bahwa penggunaan jenis mulsa jerami padi (M2) memiliki nilai rerata tertinggi dibandingkan dengan penggunaan mulsa plastik hitam perak (M3) dan tanpa menggunakan mulsa (M1). Hasil analisis sidik ragam juga menunjukkan bahwa terjadi interaksi berbeda sangat nyata antara perlakuan penyiangan dengan penggunaan mulsa terhadap jumlah daun sempurna tanaman kacang tanah.
3.4 Jumlah Polong
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terjadi interaksi yang nyata antara perlakuan penyiangan dan penggunaan mulsa pada hasil  jumlah polong tanaman kacang tanah per tanaman. Kombinasi perlakuan P3M2 memperoleh hasil rerata tertinggi yaitu 43.887 polong.
Tabel 6.    Rerata Jumlah Polong Karena Pengaruh Faktor Interaksi Penyiangan dan Pemberian Mulsa.
Perlakuan
Hasil Jumlah Polong Pertanaman
P1M1
31,833a
P1M2
33,920b
P1M3
30,000a
P2M1
31,830a
P2M2
36,860c
P2M3
37,140c
P3M1
34,777b
P2M2
43,667d
P3M3
42,693d
BNT 5%
2,12
Keterangan = Angka-angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT dengan taraf 5%.
3.5. Hasil Bobot Polong Basah Dan Biji Basah per Tanaman
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terjadi interaksi sangat nyata antara perlakuan penggunaan mulsa dengan penyiangan terhadap hasil polong basah dan biji basah tanaman kacang tanah.
Tabel 7. Rerata Hasil Bobot Polong Basah dan Biji Basah pertanaman Karena Pengaruh Penyiangan dan Pemberian Mulsa.
Perlakuan
Hasil (gram) pertanaman
Polong Basah
Biji Basah
P1M1
56,528a
17,639a
P1M2
74,667b
24,722b
P1M3
70,833b
21,111a
P2M1
68,278b
27,222b
P2M2
93,889c
42,222c
P2M3
89,694c
39,722c
P3M1
86,111c
39,444c
P2M2
148,611e
82,778e
P3M3
134,667d
73,611d
BNT 5%
8,43
6,183
Keterangan =    Angka-angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT dengan taraf 1%.
Analisis uji BNT dengan taraf 1 % pada Tabel 7 menunjukkan perlakuan  P3M2 (penyiangan 2 kali dan penggunaan mulsa jerami padi) sangat memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil rerata polong basah dan biji basah tanaman kacang tanah dengan rerata hasil polong basah 148.611 gram dan rerata hasil biji basah 82.778 gram. Sedangkan pada perlakuan P1M1 (tanpa  penyiangan dan tanpa mulsa) mendapatkan hasil rerata terendah yaitu 56.528  gram untuk polong basah dan 17.639 gram pada hasil biji basah. Perlakuan penggunaan mulsa juga memiliki peran yang penting dalam meningkatkan hasil polong basah dan biji basah. Penggunaan mulsa jerami padi merupakan mulsa yang lebih efisien dalam meningkatkan hasil polong tanaman kacang tanah.
3.6. Hasil Bobot Polong Kering dan Biji Kering per Tanaman 
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terjadi interaksi berbeda nyata antara perlakuan penggunaan mulsa dengan penyiangan terhadap hasil  polong kering dan biji kering tanaman kacang tanah. Hal ini ditunjukkan pada tabel 8 yang menyatakan bahwa hasil rerata antara perlakuan yang satu dengan yang lain berpengaruh nyata. Rerata tertinggi polong kering per tanaman dan biji kering per tanaman didapat dari kombinasi P3M2 yaitu 92.222 gram dan 48.222 gram, dan rerata terendah polong kering per tanaman dan biji kering per tanaman didapat dari kombinasi P1M1 yaitu 40.556 gram dan 17.833 gram.
Tabel 8. Rerata Hasil Bobot Polong Kering dan Biji Kering pertanaman Pengaruh Interaksi Penyiangan dan Pemberian Mulsa.
Hasil (Gram) pertanaman
Polong Kering
Biji Kering
P1M1
40,556a
P1M1
17,833a
P1M2
48,611b
P1M2
23,611b
P1M3
48,333b
P1M3
20,306a
P2M1
58,056c
P2M1
25,528b
P2M2
65,556d
P2M2
39,472d
P2M3
61,111c
P2M3
33,306c
P3M1
71,111e
P3M1
32,389c
P2M2
92,222f
P2M2
48,222f
P3M3
75,556e
P3M3
43,444e
BNT 5%
4,42
BNT 5%
2,73
Keterangan =    Angka-angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT dengan taraf 1%untuk polong kering dan uji BNT 5 % untuk Biji Kering.
Ditinjau dari segi fisiologis tanaman kacang tanah, sesuai dengan kondisi tanah pada lahan penelitian yang tercukupinya kebutuhan unsur hara Mg (Magnesium), Ca (Kalsium), K (Kalium), maka dapat dikemukakan bahwa tersedianya unsur-unsur Mg (Magnesium), Ca (Kalsium), K (Kalium) pada tanah sangat berpengaruh pada hasil polong kering dan bobot biji kering tanaman kacang tanah.
Unsur Mg (Magnesium) sangat membantu dalam hal pembentukan khlorofil. kekurangan zat Mg (Magnesium) akan berakibat terjadinya khlorosis. selain pada daun, Mg (Magnesium) banyak terdapat dalam buah dan juga dalam tanah. Faktor temperatur, kelembapan, pH, dan beberapa faktor lainnya yang dapat mempengaruhi tersedianya Mg (Magnesium) di dalam tanah (Sutedjo, 2002).
Ca (Kalsium) termasuk dalam unsur hara yang esensial, sebagian terdapat dalam daun, Ca (Kalsium) juga terdapat pada batang yang berpengaruh baik bada pertumbuhan ujung dan bulu-bulu akar. dalam hal ini, apabila zat-zat ini tidak diperhatikan atau bahkan ditiadakan maka pertumbuhan ujung dan bulu-bulu akar akan terhenti sedangkan bagian-bagian yang telah terbentuk akan mati dan berwarna coklat kemerah-merahan (Sutedjo, 2002).
Ca (Kalsium) adalah unsur yang penting di dalam tanah. Maka perlu  diperhatikan bahwa koloid-koloid humus sampai dengan liat dapat berjonjot  karena Ca (Kalsium), dengan adanya Ca (Kalsium) struktur tanah menjadi mantap  karena Ca (Kalsium) dapat mempengaruhi semua sifat fisik tanah, dan Ca (Kalsium) membantu daya pengikatan P. Ca (Kalsium) merupakan dasar yang  utama untuk mempertahankan pH pada batas-batas yang cukup netral. Pada keadaan cukup Ca (Kalsium) akan membantu kehidupan jasad-jasad mikro dan dapat mempercepat dekomposisi (pembusukan) bahan-bahan organik (Sutedjo, 2002).
Selain itu, dengan adanya Ca (Kalsium) secara langsung dapat mempengaruhi kehidupan tanaman. Tanaman menghisap Ca (Kalsium) sebanyak 20 - 300 kg/ha/tahun dengan bentuk CaO. Ca (Kalsium) membantu tumbuhnya  dinding sel, perkecambahan, perakaran dan memberi kekuatan pada tanaman kacang-kacangan. Unsur K (Kalium) berperan membantu dalam pembentukan protein dan karbohidrat, mengeraskan bagian kayu dari tanaman, meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit, meningkatkan kualitas biji dan buah dan K (Kalium) banyak terdapat pada sel-sel muda atau bagian tanaman muda. K (Kalium) berperan sebagai pengatur proses fisiologi tanaman seperti fotosintesis, akumulasi, translokasi, transportasi karbohidrat, dan mengatur distribusi air dalam jaringan dan sel. Kekurangan unsur ini menyebabkan daun seperti terbakar dan akhirnya gugur. Unsur K (Kalium) diserap lebih cepat oleh tanaman dibandingkan Ca (Kalsium) dan Mg (Magnesium). Jika unsur K (Kalium) berlebih gejalanya sama dengan kekurangan Mg (Magnesium). Sebab, sifat antagonisme antara K (Kalium) dan Mg (Magnesium) lebih besar daripada sifat antagonisme antara K (Kalium) dan Ca (Kalsium).
Kekurangan salah satu unsur hara Mg (Magnesium), Ca (Kalsium), K (Kalium) akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman mengalami kelainan atau penyimpangan yang mengakibatkan tanaman mati pada umur muda yang sebelumnya tampak layu kemudian mengering dan dalam penelitian ini, kombinasi perlakuan P3M2 penyebab tingginya hasil polong kering dan biji kering tanaman kacang tanah disebabkan selain tidak adanya persaingan perebutan unsur hara oleh gulma yang dikarenakan adanya perlakuan penyiangan 2 kali, tetapi juga karena tercukupinya unsur hara Mg (Magnesium), Ca (Kalsium), K (Kalium) dalam tanah karena mulsa jerami padi yang terlapuk cukup menjaga dan menstabilkan ketiga unsur tersebut sehingga hasil yang didapatkan juga lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain
3.7. Hasil Bobot Biji Kering Per Petak
Kombinasi perlakuan jenis mulsa jerami padi dengan penyiangan 2 kali (P3M2) menghasilkan rerata hasil lebih tinggi dibandingkan dengan kombinasi perlakuan yang lain. Hasil dari perlakuan menunjukkan interaksi berbeda nyata. Kombinasi P3M2 menghasilkan rerata tertinggi 1.695 kg.
Tabel 9.    Rerata Bobot Biji Kering per Petak Pengaruh Interaksi Penyiangan dan Pemberian Mulsa.
Perlakuan
Hasil biji kering (Kg) perpetak
P1M1
1,060a
P1M2
1,157b
P1M3
1,127a
P2M1
1,240c
P2M2
1,590f
P2M3
1,443e
P3M1
1,359d
P2M2
1,695g
P3M3
1,533f
BNT 5%
0,07
Keterangan = Angka-angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT dengan taraf 5%.
Mulsa jerami padi yang digunakan pada perlakuan M2 pada saat panen telah melapuk dan terurai dapat menjadi bahan organik bagi tanah. Lapisan tanah yang memiliki fraksi bahan organik yang tinggi disebut humus. Bahan organic yang terurai merupakan sumber unsur mineral yang tinggi. Tanah yang kaya bahan organik akan terbentuk pori-pori tanah yang baik, dan memiliki daya absorbsi air tinggi.
3.8. Hasil Bobot Biji Kering Per Hektar
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terjadi interaksi yang nyata antara perlakuan penggunaan mulsa (M) dan perlakuan penyiangan (P)  terhadap hasil biji kering per hektar.
Tabel 10.      Rerata Bobot Biji Kering per Hektar Karena Pengaruh Interaksi Penyiangan dan Pemberian Mulsa.
Perlakuan
Hasil biji kering (Ton/Ha)
P1M1
1,238a
P1M2
1,351b
P1M3
1,316a
P2M1
1,448c
P2M2
1,857f
P2M3
1,686e
P3M1
1,587d
P2M2
1,980g
P3M3
1,791f
BNT 5%
0,083
Keterangan =    Angka-angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT dengan taraf 5%.
Secara keseluruhan, perlakuan P3M2 menunjukkan hasil tertinggi yaitu dengan nilai rerata 1.980 ton/ha. Hal ini juga terlihat pada parameter hasil biji kering per tanaman, per petak, dan per hektar. Hasil uji BNT dengan taraf 5 % menunjukkan bahwa perlakuan penyiangan 2 kali pada umur 30 dan 60 Hari Setelah Tanam terbukti membantu penyerapan unsur hara dalam pengisian polong dan biji sehingga produksi menjadi meningkat dengan bebasnya persaingan tanaman utama kacang tanah dengan gulma.
Hasil analisa usaha tani yang disajikan pada lampiran 20 menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan P3M2, memberikan hasil tertinggi dengan hasil 1,98 ton/ha dengan keuntungan bersih Rp. 16.140.000, hal ini sangat berbeda nyata  dari perlakuan P1M1 dengan hasil 1,23 ton/ha dan keuntungan bersih yaitu Rp. 8.715.000.
Penyiangan 2 kali meningkatkan hasil biji kering per hektar dibandingkan dengan tanpa penyiangan dan penyiangan 1 kali, hal ini karena pada tahap fase pertumbuhan vegetatif tanaman membutuhkan bebas dari gulma, dan selanjutnya  pada fase berbunga merupakan masa kritis untuk pembentukan polong dimana gulma merupakan pesaing dalam hal perebutan unsur hara dan ruang gerak tanaman utama. Gulma merupakan tanaman  pengganggu yang  sangat mengganggu tumbuh kembang tanaman kacang tanah, oleh sebab itu tanaman kacang tanah membutuhkan kondisi lingkungan tumbuh yang bebas dari tumbuhnya gulma. Perlakuan penyiangan dua kali dapat meningkatkan hasil sangat nyata lebih tinggi dan dapat menghemat biaya dibandingkan dengan perlakuan bebas gulma, dan dapat menurunkan bobot kering gulma rata-rata 56,9 % dengan kenaikan hasil biji 33 % daripada kontrol (Purnomo, 1996).
Namun pada penelitian ini, pada kombinasi perlakuan penyiangan 2 kali dan penggunaan jenis mulsa jerami padi terdapat kenaikan hasil biji kering sebesar 59 % daripada kontrol. Hasil ini lebih baik dibandingkan dengan penelitian Purnomo (1996), hal ini dikarenakan pada penelitian tanaman kacang tanah ini selain dilakukan perlakuan penyiangan 2 kali juga dilakukan pemberian mulsa.
Anonymous (2011), mulsa jerami padi memiliki beberapa kelebihan antara lain dapat di peroleh secara bebas / gratis karena dapat diperoleh dari sisa panen padi, memiliki efek menurunkan suhu tanah, mengonservasi tanah.
Dengan menekan erosi dan dapat menghambat pertumbuhan tumbuhan pengganggu / gulma. Dari hasil pelapukan mulsa jerami padi tersebut juga dapat menghasilkan lapisan humus pada tanah, sehingga menjadikan tanah lebih gembur dan aerasi tanah menjadi lebih baik. Namun demikian, mulsa jerami padi juga memiliki kekurangan antara lain tidak tersedia sepanjang musim tanam, tetapi hanya saat musim panen padi, hanya tersedia di sekitar sentra budidaya padi sehingga daerah yang jauh dari pusat budidaya padi membutuhkan biaya ekstra untuk transportasi dan tidak dapat digunakan lagi untuk masa tanam berikutnya.
Dalam penelitian ini dapat dikemukakan bahwa penggunaan mulsa jerami padi telah memberikan kontribusi unsur hara dan mineral tanah terhadap tanaman kacang tanah yang baik, sehingga menambah bahan organik tanah karena mudah lapuk setelah rentang waktu 2 bulan setelah tanam.
IV. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.   Sebagai faktor tunggal, perlakuan intensitas penyiangan 2 kali (P3) pada umur 30 dan 60 Hari Setelah Tanam memberikan rerata tertinggi terhadap tinggi tanaman umur 20 HST, 40 HST, 60 HST dan 90 HST, maupun terhadap jumlah polong, bobot polong basah, bobot polong kering, bobot biji basah, dan bobot biji kering.
2.   Sebagai faktor tunggal, perlakuan penggunaan jenis mulsa jerami padi  (M2) memberikan rerata tertinggi terhadap hasil produksi tanaman kacang tanah.
3.   Terdapat interaksi antara perlakuan intensitas penyiangan 2 kali (P3) dan penggunaan jenis mulsa jerami padi (M2) / kombinasi P3M2 terhadap hasil kacang tanah, dimana perlakuan P3M2 memberikan rerata tertinggi pada parameter jumlah polong, bobot polong basah, bobot polong kering, bobot  biji basah, dan bobot biji kering.
 DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T. 2005. Meningkatkan Produksi Kacang Tanah di Lahan Sawah dan Lahan Kering. Jakarta. Penebar Swadaya.
Anonymous. 2004.  Paket Teknologi Anjuran Budidaya Kacang Tanah di Lahan Kering. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Mataram.
Anonymous. 2011. Mulsa. http : //wbln18.mulsa penutup tanah/essd.html (Diakses tanggal 20 April 2013).
Anonymous. 2011. Varietas Kacang Tanah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan atau Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Damanik, dkk. 1994. Pengaruh Penggunaan Mulsa Jerami Padi Terhadap Beberapa Sifat Fisik Tanah dan Laju Infiltrasi Pada Latosol Darmaga (Studi pada tanaman Kacang Tanah). Banjarbaru. Risalah Hasil Penelitian Kacang-kacangan 1990-1993. Badan Litbang Pertanian Banjarbaru.
Fachruddin, Lisdiana, Ir. 2000. Budidaya Kacang-kacangan. Yogyakarta. Kanisius.
Harsono, A. 1990. Cara Tanam Kacang Hijau Setelah Padi Sawah. Seminar Hasil Penelitian Pangan. Puslitbangtan Bogor.
Kasasian,  L. 1972. Weed Control in the Tropics. Leonard Hill London.
Kuntoharto, K. 1980. Pengantar Ilmu Gulma. Malang. Departemen Agronomi. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya.
Marzuki, Rasyid. 2007. Bertanam Kacang Tanah. Jakarta. Penebar Swadaya.
Munandir, J., dan E. Mardiati. 1990. Pengaruh Legin pada Periode Kritis Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.)Varietas Gajah Karena Persaingan Gulma. Agrivita.
Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Jakarta. Agro Media Pustaka.
Purnomo, J. 1996. Pengaruh Pengolahan Tanah, Penyiangan dan Populasi Tanaman terhadap Produksi Kacang-kacangan. Malang. Penelitian Palawija. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Radjit, B.S. 1992. Uji Keterandalan Paket Teknologi Kacang Hijau di Lahan Sawah. Laporan Kemajuan Balittan Malang.
Rahmawati, Teti. 2000. Pengaruh Pemulsaan (Plastik Hitam Perak) terhadap Pertumbuhan dan Hasil Serta Penyebaran Peanut Stripe Virus (PSTV) pada Enam Varietas Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.). Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Riswandi, Dani. 1995. Pengaruh Berbagai Ketebalan Mulsa Jerami Padi Terhadap Gulma, Pertumbuhan dan Hasil Kacang Tanah.
Sri Najiyati dan Danarti. 1993. Palawija, Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Jakarta. Penebar Swadaya.
Sudjana. 1980. Desain dan Analisis Eksperimen. Bandung. Tarsito.
Supadi, AS. 2000. Rancangan Percobaaan Praktis Bidang Pertanian. Yogyakarta. Kanisius.
Suryami, Yami. 2000. Pengaruh Mulsa Plastik Hitam Perak Terhadap Penyebaran Peanut Stripe Virus (PSTV) dan Produksi Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Galur-Galur Introgesi. Institut Pertanian Bogor.

Sutedjo, Mul. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan.

No comments:

Post a Comment