Pengaruh Penyiangan Dan
Mulsa Terhadap Produksi Kacang Tanah (Arachis
hypogaea L.).
Effect of Weeding and Mulching on Production of Peanut (Arachis hypogaea
L.).
LAPORAN PENELITIAN
RESEARCH REPORT
Oleh :
Ir. Agus Edi Setiyono, MP.
NIP : 1956090919870606002
Staf Pengajar
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PANCA MARGA
PROBOLINGGO
2014
RINGKASAN
Ir. Agus Edi Setiyono, MP.1
Pengaruh Penyiangan Dan Mulsa Terhadap Produksi Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.).
Produksi
tanaman kacang tanah yang menguntungkan memerlukan teknologi untuk menekan
pertumbuhan gulma, menekan biaya produksi serendah mungkin, dengan tidak
mengabaikan teknologi budidaya kacang tanah. Salah satu cara untuk mengurangi
dan menekan pertumbuhan gulma adalah dengan melakukan penyiangan dan
menggunakan mulsa pada tanah yang ditanami sehingga diharapkan dapat
memaksimalkan pertumbuhan dan meningkatkan produksi tanaman kacang tanah yang
diusahakan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menguji pengaruh
penyiangan dan mulsa terhadap produksi tanaman kacang tanah.
Penelitian dilaksanakan di desa Tegal
Pasir, Kecamatan Tamanan, Kabupaten Bondowoso, pada ketinggian ± 324 meter di
atas permukaan laut dengan jenis tanah regosol. Penelitian dilaksanakan pada
bulan Maret-Juni 2013.
Alat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah bajak, cangkul, sabit, pisau, cetok, tugal, timba, kaleng, alat
tulis, roll meter, penggaris, atau alat tanam, sprayer, timbangan, dan camera
digital. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit kacang tanah
varietas kancil, mulsa jerami padi, dan mulsa plastik hitam perak.
Penelitian dilaksanakan dengan
menggunakan rancangan acak kelompok ( RAK )
faktorial dengan 3 kali ulangan. Adapun
perlakuan terdiri dari dua ( 2 ) faktor yaitu Faktor 1 adalah penyiangan yang
terdiri dari 3 (tiga) level yaitu : P1
= tanpa penyiangan,
P2 = penyiangan 1 kali saat 30 hst, P3
= penyiangan 2 kali saat 30 hst dan 60 hst. Sedangkan Faktor 2 adalah
penggunaan mulsa yang terdiri dari 3 (tiga) level, yaitu: M1 = tanpa mulsa, M2 =
mulsa jerami padi (5 kg/petak percobaan), M3 = mulsa plastik hitam perak.
Penelitian yang
dilaksanakan menyimpulkan bahwa : Faktor tunggal penyiangan 2 kali (P3) pada
umur 30 dan 60 hari setelah tanam (hst) memberikan rerata tertinggi terhadap
tinggi tanaman umur 20 hst, 40 hst, 60 hst dan 90 hst, maupun terhadap jumlah
polong, bobot polong basah, bobot polong kering, bobot biji basah, dan bobot
biji kering. Faktor tunggal penggunaan mulsa jerami padi (M2) memberikan rerata
tertinggi terhadap produksi tanaman kacang tanah. Terdapat interaksi antara
penyiangan 2 kali (P3) dan penggunaan mulsa jerami padi (M2) / kombinasi P3M2
terhadap produksi kacang tanah, dimana perlakuan P3M2 memberikan
rerata tertinggi pada parameter jumlah polong, bobot polong basah, bobot polong
kering, bobot biji basah, dan bobot biji kering. Dan menghasilkan produksi
tertinggi yaitu berat biji kering 1,98 ton/ha dengan keuntungan bersih Rp. 16.140.000,-
SUMMARY
Ir. Agus Edi Setiyono, MP.1 Effect of Weeding and Mulching on
Production of Peanut (Arachis hypogaea L.).
Peanut crop production profitable requires
technology to suppress weed growth, reduce production costs as low as possible,
to not ignore the peanut cultivation technology. One way to reduce and suppress
the growth of weeds is to do weeding and use mulch on arable land that is
expected to maximize growth and increase the production of crops cultivated
peanut. The purpose of the study is to investigate and examine the effect of
weeding and mulching the peanut crop production.
He experiment was conducted in the
village of Tegal Sand, District Tamanan, regency, at an altitude of ± 324
meters above sea level with the soil type regosol. The study was conducted in
March-June 2013.
The tools used in this study is the
plow, hoe, sickle, knife, trowel, drill, buckets, cans, stationery, roll meter,
ruler, or cropping tools, sprayer, scales, and digital camera. Materials used
in this study are varieties of groundnut seeds deer, rice straw mulch and
plastic mulch.
The experiment was conducted using a
randomized complete block design (RAK) factorial with 3 replications. The
treatment consists of two (2) factors: Factor 1 is weeding consisting of three
(3) levels: P1 = no weeding, P2 = 1 time weeding when 30 dap, P3 = weeding 2
times the current 30 and 60 dap dap. While the second factor is the use of
mulch consisting of three (3) levels, namely: M1 = without mulch, mulch M2 =
rice straw (5 kg / plot trial), M3 = plastic mulch.
The study conducted concluded that: The single factor weeding 2 times (P3) at the age of 30 and 60 days after planting (dap) gave the highest mean age of the plant height 20 dap, 40 dap, 60 dap and 90 dap, and the number of pods, weight wet pods, pod weight of dry, wet seed weight and seed dry weight. Single factor rice straw mulching (M2) gives the highest rates of the peanut crop production. There is interaction between weeding 2 times (P3) and the use of rice straw mulch (M2) / combination of the peanut production P3M2, P3M2 treatment which gives the highest rates in the parameter number of pods, pod wet weight, dry weight of pods, seed weight wet, and weight dry beans. And generate the highest production of dry seed weight of 1.98 tonnes / ha with a net profit o
The study conducted concluded that: The single factor weeding 2 times (P3) at the age of 30 and 60 days after planting (dap) gave the highest mean age of the plant height 20 dap, 40 dap, 60 dap and 90 dap, and the number of pods, weight wet pods, pod weight of dry, wet seed weight and seed dry weight. Single factor rice straw mulching (M2) gives the highest rates of the peanut crop production. There is interaction between weeding 2 times (P3) and the use of rice straw mulch (M2) / combination of the peanut production P3M2, P3M2 treatment which gives the highest rates in the parameter number of pods, pod wet weight, dry weight of pods, seed weight wet, and weight dry beans. And generate the highest production of dry seed weight of 1.98 tonnes / ha with a net profit o
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kacang
tanah (Arachis hypogaea L.) dibutuhkan sebagai salah satu produk
pertanian tanaman pangan selama setahun masih perlu ditingkatkan sejalan dengan
kenaikan pendapatan dan jumlah penduduk. Terjadinya peningkatan permintaan dicerminkan dari adanya kecenderungan meningkatnya kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi langsung
dan untuk memenuhi kebutuhan pasokan bahan baku industri hilir, antara
lain untuk industri kacang kering, industri produk olahan lain yang siap dikonsumsi
baik dalam bentuk asal olahan kacang maupun dalam campuran makanan.
Unsur strategis yang unik dari mata dagang kacang tanah
dapat diikuti dari semakin meningkatnya impor, dengan demikian memberikan kesempatan
bagi Indonesia meningkatkan produksi untuk
memperkecil pembelanjaan devisa.
Kondisi tetap tingginya harga kacang tanah, memberikan rangsangan bagi
upaya-upaya untuk meningkatkan produksi dalam negeri. Upaya peningkatan produksi
tersebut masih dihadapkan kepada beberapa macam kendala. Kendala tersebut
antara lain adalah masih adanya kelemahan pada
teknik budidaya, kelemahan penanganan gulma dan serangan hama penyakit yang belum dikendalikan secara optimal
(Adisarwanto, 2005).
Salah satu komoditi yang masih rendah produktivitasnya
ditingkat petani adalah kacang tanah Produksi komoditi kacang tanah per hektarnya belum mencapai hasil yang maksimum yaitu 1,5 – 2 ton/ha.
Faktor
yang dapat berperan dalam keberhasilan
budidaya kacang tanah adalah tahap budidaya yang meliputi cara tanam,
pemupukan, waktu tanam, cara pengendalian hama dan penyakit, pengairan, dan pengendalian gulma Tumbuhan yang bukan dibudidayakan
seperti gulma dapat menyaingi tanaman budidaya dalam hal mendapatkan sinar
matahari, ruang gerak dan unsur hara, yang pada tahap selanjutnya akan mengurangi
produksi tanaman yang dibudidayakan terutama kacang Tanah.
Untuk
meningkatkan hasil kacang tanah perlu adanya teknologi yang dapat menekan pertumbuhan gulma dengan berbagai cara
dan penerapannya, Salah satu cara untuk
mengurangi dan menekan pertumbuhan gulma adalah dengan melakukan
penyiangan dan menggunakan mulsa pada
tanaman kacang tanah
Berdasarkan
permasalahan diatas, terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi peningkatan pertumbuhan dan hasil kacang tanah, yaitu penyiangan dan keberadaan mulsa di
areal budidaya tanaman Kacang tanah.
1.2.
Tujuan Penelitian
1. Untuk
mengetahui dan menguji pengaruh penyiangan terhadap produksi
tanaman kacang tanah.
2. Untuk mengetahui pengaruh
mulsa terhadap produksi tanaman kacang tanah.
3. Untuk mengetahui pengaruh penyiangan yang
dikombinasikan dengan penggunaan mulsa terhadap produksi tanaman kacang tanah.
1.3. Botani Kacang Tanah
Sistematika tanaman kacang
tanah menurut Marzuki (2007) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plant Kingdom
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Klass : Dicotyledoneae
Ordo : Rosales
Famili : Papilionaceae
Sub family : Leguminosae
Genus : Arachis
Spesies : Arachis hypogaea L.
1.4.
Syarat Tumbuh Kacang Tanah
Untuk
tumbuh dan berkembang, tanaman kacang tanah memerlukan persyaratan tumbuh yang
meliputi faktor kondisi
tanah dan faktor iklim. Kedua faktor tersebut akan sangat mempengaruhi
penetuan saat tanam yang tepat.
a) Keadaan tanah
Kacang
tanah tidak terlalu dipengaruhi jenis tanah. Pada lahan berat (heavyclay / fine textured soil), kacang tanah masih dapat menghasilkan, jika
pengolahan tanahnya dilakukan dengan
baik. Ttanaman kacang tanah dapat tumbuh optimal pada tanah yang cukup
unsur hara. Tanah ringan yang umumnya gembur memungkinkan akar tumbuh dengan
baik, dan lebih banyak polong yang terbentuk.
Kacang tanah masih mampu tumbuh dengan cukup baik pada
tanah asam (pH 5,0), Keasaman (pH) tanah yang ideal bagi kacang tanah berkisar antara 6,0 – 7,0. Pada pH tanah
antara 7,5 – 8,0 , daun akan menguning dan terjadi
bercak hitam pada polong. Dengan demikian, kualitas dan kuantitas
polong akan menurun (Fachruddin, 2000).
b)
Keadaan Iklim
Kacang tanah umumnya tumbuh di iklim kering, pada daerah
(zone) tipe
iklim E (terjadi 3 bulan basah berturut-turut), tipe iklim D 3, (terjadi
3-4 bulan basah berturut-turut dan 4-6 bulan kering berturut-turut), dan tipe
iklim C 3 (terjadi 5-6 bulan basah berturut-turut dan 4-6 bulan
kering berturut-turut). Pada suhu kurang dari 18 ºC, laju
perkecambahan rendah. Pertumbuhan kacang tanah meningkat sejalan dengan
peningkatan suhu dari 20 ºC menjadi 30 ºC. Jumlah
dan distribusi curah hujan sangat berpengaruh terhadap produksi kacang tanah. Hujan yang cukup pada saat tanam
sangat dibutuhkan agar tanaman dapat berkecambah dengan baik. Distribusi
curah hujan yang merata selama periode tumbuh
akan menjamin keberhasilan pertumbuhan vegetatif (Fachruddin, 2000).
Syarat tumbuh optimal tanaman kacang tanah dapat dilihat
dan disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Syarat Tumbuh Tanaman
Kacang Tanah Berdasarkan Sifat Fisiologi, Daya Adaptasi, dan Kebutuhan Optimal
Terhadap Kondisi Iklim.
Parameter
|
Satuan
|
Kondisi Optimal
|
1.
Laju Fotosintesis
|
Mg CO2/dm3/jam
|
40-50
|
Suhu
Udara
a.
Optimal
b.
Kisaran Aktif
|
0C
|
25-30
10-35
|
3.Radiasi
Surya
|
Kal/Cm2/menit
|
0,3-0,8
|
4.
Air (Hujan)
|
g/g bahan kering
mm/bln
mm/hr
|
300-700
45-200
25,6,7
|
Sumber : Budidaya kacang- kacangan (
Fachruddin, 2000)
1.5. Morfologi Kacang Tanah
Menurut Adisarwanto (2005), morfologi tanaman
kacang tanah terdiri dari daun, bunga, buah, biji, akar.
a) Daun
Tanaman kacang tanah memiliki daun majemuk bersirip
ganda. Tangkai daun agak panjang, tiap tangkai terdiri atas 4 anak daun.
b) Bunga
Tanaman
kacang tanah mulai berbunga pada umur kurang lebih 4-5 minggu. Bunga tumbuh
pada ketiak daun. Setiap bunga memiliki tabung kelopak berupa tangkai panjang bewarna putih. Mahkota bunga (corolla)
bewarna kuning dan memiliki bendera yang bergaris-garis merah pada
pangkalnya. Bunga tanaman kacang tanah mampu melakukan penyerbukan sendiri ini
hanya selama 1 hari.
c) Buah
Buah tanaman kacang tanah berbentuk polong. Setelah terjadi
pembuahan, bakal buah yang disebut ginofora tumbuh memanjang.
Ginofora ini merupakan bakal jadi
tangkai polong. Ujung ginofora yang runcing mula-mula mengarah ke atas,
tetapi setelah tumbuh, ujung ginofora mengarah ke bawah kemudian masuk
ke dalam tanah. Pertumbuhan memanjang ginofora
akan terhenti setelah terbentuk polong.
d) Biji
Biji
tanaman kacang tanah memiliki warna yang bermacam-macam yakni putih, merah,
ungu, dan kesumba. Biji yang paling baik adalah warna merah muda.
e) Akar
Tanaman kacang tanah berakar tunggang, dengan akar cabang
yang tumbuh tegak lurus pada akar tunggang tersebut. Akar cabang
ada yang mati dan ada yang juga yang menjadi akar permanen
yang berfungsi untuk menyerap makanan. Pada akar dan polong kacang terdapat
semacam bulu akar yang dapat menyerap makanan.
1.6.
Penyiangan
Penyiangan identik dengan pengendalian gulma, ada beberapa cara pengendalian gulma antara lain dengan pencabutan, dengan memakai alat seperti
bajak, cangkul, dan sabit serta alat-alat lainnya, dan juga dapat dengan menggunakan
bahan kimia seperti herbisida.
Apapun cara yang dilakukan tujuannya adalah mengendalikan
gulma agar tidak mengganggu pertumbuhan tanaman yang diusahakan. Periode kritis
pertumbuhan kacang tanah terhadap cekaman populasi gulma adalah 1/3 umur tanaman di awal pertumbuhan atau sekitar umur 10-30 hari setelah tanam. Kegiatan penyiangan
sebaiknya dilakukan pada periode sebelum tanaman berbunga (Adisarwanto, 2005).
1.7. Mulsa
Salah
satu teknik konservasi tanah yang mudah diterapkan adalah penggunaan sisa tanaman sebagai mulsa, karena mulsa
dapat diperoleh dari sisa-sisa hasil
tanaman pertanian seperti sisa pemanenan tanaman padi atau jagung. Mulsa
secara langsung melindungi permukaan tanah dari pukulan butir hujan, sehingga mengurangi energi pukulan hujan, volume,
kecepatan aliran permukaan, meningkatkan
aktivitas fauna tanah, dan meningkatkan pembentukan agregat tanah.
Keunggulan lain dari mulsa antara lain dapat mempertahankan atau memperbaiki
sifat fisik tanah, memperkecil proses dispersi, meningkatkan stabilitas agregat tanah, dan memperbaiki struktur
tanah dan pada tahap selanjutnya dapat mempercepat laju infiltrasi.
Mulsa adalah setiap bahan yang dipakai untuk menutupi
permukaan tanah yang dapat berfungsi untuk menghindari kehilangan air melalui
penguapan dan dapat menekan pertumbuhan gulma.
Bahkan seperti jerami, serbuk gergaji, pupuk kandang, dedaunan dan bahan
tanaman lain yang dapat dianggap sebagai mulsa. Penggunaan mulsa dari bahan tanaman dapat berguna sebagai pupuk bila telah
terurai dengan tanah, setelah mengalami
proses dekomposisi, hal ini tergantung dari bahan tanaman yang
digunakan.
Mulsa
adalah material penutup tanah pada tanaman budidaya untuk menjaga kelembaban tanah, mengurangi fluktuasi suhu tanah, menekan pertumbuhan gulma dan penyakit sehingga membuat tanaman tersebut
tumbuh dengan baik (Anonymous, 2011).
Salah
satu cara untuk mencegah tumbuhnya gulma yang berada dalam tanah adalah dengan menghalangi cahaya matahari
sampai ke permukaan tanah. Dengan
pemberian selapis bahan mulsa dalam jumlah tepat yang ditutupkan di atas tanah
atau di atas gulma yang sudah tumbuh akan sangat berhasil dalam menghambat
pertumbuhan gulma. Jerami padi, alang-alang atau sisa tanaman yang lain
dapat digunakan sebagai mulsa (Radjit, 1992).
Berdasarkan
asal bahan mulsa dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu mulsa organik dan mulsa
anorganik
a) Mulsa organik
Mulsa organik berasal dari bahan-bahan alami yang mudah
terurai seperti sisa-sisa tanaman seperti jerami dan alang-alang. Mulsa ini mudah
dan murah didapatkan.
Keuntungan
lainnya adalah mulsa ini dapat terurai sehingga menambah kandungan bahan
organik dalam tanah.
Untuk
mengganti mulsa yang telah terurai perlu
ditambahkan cacahan jerami / alang-alang / cacahan batang dan daun
jagung atau rumput-rumputan lainnya.
Bahan
kompos, seperti sekam, jerami padi, batang jagung, dan serbuk gergaji, memiliki C/N rasio antara 50-100. Daun
segar memiliki C/N rasio sekitar 10 –
20. Cara pembuatan kompos melalui proses penguraian oleh mikroorganisme dapat
menurunkan C/N rasio suatu bahan kompos (Novizan, 2002).
Penelitian tentang penggunaan jerami padi yang digunakan sebagai mulsa pada tanaman kacang tanah oleh Anonymous (2004) menunjukkan hasil bahwa pemberian mulsa (bokashi) jerami padi
berpengaruh nyata terhadap berat akar, index luas daun,
jumlah khlorofil, berat biomasa, serapan P, bobot polong isi, bobot biji kering
dan bobot 1000 biji tanaman kacang tanah.
Penelitian tentang ketebalan penggunaan mulsa jerami padi
pada tanaman kacang tanah oleh Riswandi (1995) menyatakan
bahwa mulsa jerami padi dengan ketebalan 20 - 25 cm
paling menekan pertumbuhan gulma Echinochloa colona, Cyperus iria, Cyperus difformis dan Eclipta prostrata, dan masih dapat menekan
pertumbuhan gulma Commelina nudiflora, sehingga dapat diketahui bahwa penggunaan jerami padi sebagai mulsa pada tanaman
kacang tanah dapat menekan pertumbuhan gulma. Dari hasil penelitian ini
didapatkan hasil tertinggi kacang tanah
diperoleh dari perlakuan mulsa jerami padi dengan ketebalan 20 - 25 cm.
Hasil
penelitian Damanik dkk (2000) menunjukkan bahwa pemberian mulsa sampai 2,76 ton/ha tidak berpengaruh nyata
terhadap parameter sifat fisik tanah terutama bobot isi dan ruang pori
total. Namun laju infiltrasi minimum tanah
meningkat dengan pemberian mulsa minimal 2,76 ton/ha. Pemberian mulsa sampai
2,76 ton/ha belum berpengaruh pada peningkatkan produksi. Namun, ada kecenderungan peningkatan pertumbuhan dan produksi
dengan meningkatnya penggunaan mulsa.
b) Mulsa anorganik
Mulsa anorganik terbuat dari bahan-bahan sintetis yang
sukar terurai. Misalnya mulsa plastik hitam perak atau karung. Jika mulsa organik diberikan setelah tanaman /
bibit ditanam, maka mulsa anorganik dipasang sebelum bibit ditanam. Kemudian mulsa
dilubangi sesuai dengan jarak tanam. Hanya saja mulsa sintetis ini sekarang
harganya mahal, terutama mulsa plastik hitam perak. Fungsi mulsa plastik dapat memantulkan sinar matahari, secara
tidak langsung untuk menghalau hama
tungau, thrips dan aphid, selain itu mulsa plastik digunakan dengan tujuan menaikkan
suhu dan menurunkan kelembaban di sekitar tanaman, sehingga dapat menghambat
munculnya penyakit yang disebabkan oleh bakteri (Anonymous, 2011).
Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2000) menunjukkan bahwa faktor pemulsaan, terutama penggunaan mulsa
plastik hitam perak dapat meningkatkan
jumlah ginofora dan bobot polong kacang tanah. Pemulsaan juga sangat efektif menghambat penyebaran Peanut Stripe Virus (PSTV). Sedangkan penelitian tentang penggunaan plastik hitam perak
oleh Suryami (2000), menunjukkan bahwa
pemberian mulsa plastik hitam perak berpengaruh nyata menurunkan
intensitas serangan PSTV pada 5, 7, 9
minggu Setelah Tanam serta meningkatkan jumlah
polong per tanaman, panjang polong, bobot kering polong per petak, jumlah biji
per tanaman dan bobot biji kering per tanaman.
1.8. Gulma
Harsono
(1990) mendefinisikan gulma sebagai tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak
dikehendaki manusia. Hal ini dapat berarti tumbuhan
tersebut merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung,
Munandir
dan Mardiati (1990) menyatakan, bahwa gulma adalah tumbuhan yang tumbuh bersama
tanaman yang dibudidayakan dan bersifat merugikan.
Kehadiran gulma akan menimbulkan persaingan yang serius di dalam mendapatkan air, hara maupun sinar matahari,
akibatnya hasil tanaman tidak akan mampu
menunjukkan potensi yang sebenarnya, walaupun secara umum dapat
dikatakan bahwa besarnya kerugian karena kompetisi dengan gulma sangat ditentukan oleh lokasi atau kesuburan tanah, jenis
gulma, tingkat kelembaban tanah dan pengolahan tanah.
1.9. Hipotesis
Hipotesis
yang dapat diajukan sehubungan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Metode
penyiangan tertentu dapat meningkatkan produksi tanaman
kacang tanah.
2. Penggunaan
mulsa tertentu dapat meningkatkan produksi
tanaman kacang tanah.
3. Ada
interaksi antara penyiangan dengan penggunaan mulsa terhadap
produksi Tanaman kacang tanah.
II. METODE
PENELITIAN
2.1. Tempat dan Waktu
Penelitian
Penelitian
dilakukan di Desa Tegalpasir, Kecamatan Jambesari, Kabupaten Bondowoso pada
ketinggian ± 324 meter di atas permukaan laut dengan
jenis tanah regosol. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Juni 2013.
2.2. Alat dan Bahan
Penelitian
2.2.1. Alat
Penelitian
Alat
yang digunakan dalam penelitian ini adalah bajak, cangkul, cetok, timba, kaleng, camera digital, alat tulis, sabit, roll
meter, penggaris, tugal atau alat tanam,sprayer, timbangan.
2.2.2. Bahan
Penelitian
Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit kacang tanah varietas kancil,
mulsa jerami padi, dan mulsa plastik hitam perak.
2.3 .Metode
Penelitian
Penelitian
dilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial dengan 3 kali ulangan. Adapun perlakuan
terdiri dari dua ( 2 ) faktor yaitu:
Faktor P adalah penyiangan yang terdiri dari 3 (tiga) level yaitu :
P1 =
tanpa penyiangan
P2 =
penyiangan 1 kali umur 30 hst
P3 =
penyiangan 2 kali umur 30 hst dan 60 hst
Faktor M adalah
penggunaan mulsa yang terdiri dari 3 (tiga) level, yaitu:
M1 =
tanpa mulsa
M2 =
mulsa jerami padi (5 kg/petak percobaan)
M3 =
mulsa plastik hitam perak
Dengan demikian setiap
ulangan terdapat 9 kombinasi perlakuan:
2.4 .Metode Analisis
Model matematis yang digunakan
untuk Rancangan Acak Kelompok Faktorial (Supadi, 2000) adalah sebagai berikut
Yijk = µ + Ai + Bj +βj+AB ij + Єk (ij)
Yijk = Variable
respon karena pengaruh bersama taraf ke i faktor A dan taraf ke j faktor
B yang terdapat pada observasi ke i
µ = Efek rerata
K = Pengaruh kelompok ke k
Ai = Efek dari taraf ke-i dari faktor A
Bj = Efek dari taraf ke-j dari faktor B
ABij = Efek dari interaksi antara taraf ke-i dari
faktor A dan taraf ke-j dari faktor B
ЄK(ij) = Efek
dari unit eksperimen ke k dalam kombinasi perlakuan (ij).
Untuk memperoleh nilai ragam masing-masing sifat yang
diamati, analisis dilakukan dengan menghitung sidik ragam secara
terpisah. Nilai tengah pengaruh perlakuan
diuji lebih lanjut dengan uji BNT taraf 5% (Sudjana, 1980).
2.5
Pelaksananan Penelitian
2.5.1
Persiapan Lahan dan Benih
Tanah
dibajak dan selanjutnya dibuat petak-petak
percobaan dengan ukuran 3 m x 2 m, jarak antar perlakuan 30 cm, dan
jarak antar ulangan 50 cm.
2.5.2. Pemupukan
Pupuk
yang diberikan yaitu pupuk kandang yang diberikan 2 minggu sebelum tanah diolah.
2.5.3 .Penanaman
Cara
penanaman tiap perlakuan berbeda, hal ini dikarenakan terdapat perlakuan
penggunaan mulsa yang berbeda.
a) Cara penanaman pada
perlakuan tanpa mulsa
Penanaman dilakukan dengan alat tanam tugal, kedalaman lubang
tanam 3 cm. Tiap lubang tanam diisi 2 biji. Jarak tanam 30 cm x 20 cm.
b) Cara penanaman
pada perlakuan penggunaan mulsa jerami padi
Penanaman dilakukan dengan alat tanam tugal, kedalaman lubang
tanam 3 cm. Tiap lubang tanam diisi 2 biji. Jarak tanam 30 cm x 20 cm. Setelah
itu tutup petak tanah dengan menggunakan jerami padi.
c) Cara penanaman pada perlakuan
penggunaan mulsa plastic hitam perak
Mulsa
dihamparkan kemudian dilubangi dengan kaleng berdiameter 12 cm yang dipanaskan. Kedalaman lubang tanam 3 cm. Tiap lubang
tanam diisi 2 biji. Jarak tanam 30 cm x 20 cm
2.5.4. Pemeliharaan Tanaman
Penyulaman dilakukan pada saat tanaman berumur 7 hari
setelah tanam (hst), pengairan dilakukan 2 kali dalam seminggu (3 hari sekali)
pada umur 1 sampai 40 hst, dan 1 kali dalam seminggu pada umur 41-90 hst.
Penyiangan dilakukan sesuai perlakuan pada masing-masing
petak percobaan. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan cara
pemantauan berkala setiap minggunya yaitu pada umur 7, 14, 21, 28, 35, 42, 49 hst.
2.5.5 . Panen
Tanaman kacang tanah dipanen pada umur 90 hari, dengan
tanda-tanda : kulit polong mengeras dan berwarna coklat
kehitaman, polong berisi penuh, kulit biji
tipis mengkilat dan tidak berair serta sebagian daun telah rontok
2.6. Parameter
Pengamatan
Parameter yang diamati pada
12 (dua belas) tanaman contoh dalam penelitian
adalah sebagai berikut :
a) Fase Pertumbuhan Vegetatif (Pertumbuhan Tanaman)
1. Tinggi tanaman umur 20,
40, 60 hst dan saat panen yaitu di ukur dari leher akar sampai pucuk
tanaman.
2. Diameter batang tanaman
pada saat panen
3. Jumlah
daun sempurna, tanpa terserang hama dan penyakit pada umur 20, 40,
60 hst dan pada saat panen.
b) Fase Pertumbuhan Generatif (Hasil Tanaman)
1. Jumlah polong per
tanaman.
2. Bobot polong basah per
tanaman (g).
3. Bobot polong kering per
tanaman (g).
4. Bobot biji kering per
petak (kg).
5. Bobot biji kering per
hektar (ton).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.
Tinggi Tanaman (cm)
Analisa statistik tinggi tanaman pada penelitian ini terdiri dari
empat (4) kali pengamatan, yaitu 20 hst, 40
hst, 60 hst dan pada saat panen (90 hst).
Tabel
2. Uji BNT 5 % Rerata Tinggi
Tanaman (cm) Umur 20 dan 90 hst Karena Pengaruh Interaksi Penyiangan dan
Pemberian Mulsa.
Perlakuan
|
Rerata Tinggi Tanaman (cm)
|
|
20 hst
|
90 hst
|
|
P1M1
|
12,750 a
|
50,533 a
|
P1M2
|
15,250 b
|
49,900 a
|
P1M3
|
17,028 c
|
50,433 a
|
P2M1
|
17,528 c
|
52,133 b
|
P2M2
|
18,611 d
|
53,400 c
|
P2M3
|
19,028 d
|
53,567 c
|
P3M1
|
19,417 d
|
54,333 c
|
P2M2
|
19,194 d
|
55,800 d
|
P3M3
|
20,222 e
|
58,967 e
|
BNT 5%
|
0,92
|
1,054
|
Keterangan = Angka-angka
yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama
menunjukkan beda tidak nyata pada uji BNT dengan taraf 5%.
Hasil
analisis statistik Tabel 2 menunjukkan bahwa terjadi interaksi yangberbeda
sangat nyata antara perlakuan penyiangan dan perlakuan penggunaan jenis mulsa terhadap tinggi tanaman pada 20 dan 90 hst. Rerata
tertinggi didapat dari kombinasi perlakuan penyiangan 2 kali dan penggunaan jenis mulsa plastik hitam perak
(P2M2) yaitu 20.222 cm pada pengamatan 20 hst dan 58.967 cm pada pengamatan 90 hst.
Tabel
3. Rerata Tinggi Tanaman (cm)
Umur 40 dan 60 hst Karena Pengaruh Faktor Tunggal Penyiangan dan Pemberian Mulsa.
Perlakuan
|
Rerata tinggi tanaman (cm)
|
|
40 hst
|
60 hst
|
|
P1
|
37,111 a
|
46,121 a
|
P2
|
37,389 a
|
52,435 b
|
P3
|
38,194 a
|
53,453 b
|
BNT
5%
|
1,22
|
1,21
|
M1
|
37,111 a
|
49,842 a
|
M2
|
37,435 a
|
50,528 a
|
M3
|
38,148 a
|
51,648 b
|
BNT
5%
|
1,22
|
1,21
|
Keterangan
= Angka-angka
yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata
pada uji BNT dengan taraf 5%.
Pada
Tabel 3, hasil uji BNT 5 % terhadap faktor tunggal dari kedua perlakuan yaitu penyiangan dan penggunaan mulsa
terhadap tinggi tanaman kacang tanah
pada pengamatan 40 hst memberikan hasil yang berbeda tidak nyata. Sedangkan pengamatan 60 hst
menunjukkan hasil rerata tertinggi 53.453
cm pada perlakuan faktor tunggal penyiangan 2 kali dan 51.648 cm pada perlakuan faktor tunggal penggunaan mulsa
plastik hitam perak
Hasil
analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi yang berbeda
sangat nyata antara perlakuan penyiangan dan perlakuan penggunaan jenis mulsa terhadap tinggi tanaman pada 40 dan 60 hst.
Hal ini dikarenakan pada fase vegetatif, penggunaan jenis mulsa tidak begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman terutama tinggi tanaman. Namun
pada perlakuan penyiangan tertentu memiliki selisih hasil rerata yang
cukup nyata. Perlakuan faktor tunggal penggunaan mulsa menunjukkan bahwa penggunaan mulsa plastik hitam perak (M3)
memiliki nilai rerata tertinggi dibandingkan
dengan penggunaan mulsa jerami padi dan tanpa menggunakan mulsa.
Hal ini diduga karena adanya persaingan unsur hara yang
terjadi, karena tumbuhnya gulma pada perlakuan tanpa mulsa sehingga hasil rerata
tinggi tanaman yang dihasilkan sangat rendah. Hal ini didukung dengan
pernyataan Purnomo dan Rahmianna (1992) bahwa, adanya gulma akan menimbulkan
persaingan serius di dalam mendapatkan air, hara maupun sinar matahari. Ditinjau dari unsur fisiologi tanaman, hal ini
disebabkan karena pengaruh kompetisi
dengan gulma sangat ditentukan oleh lokasi atau kesuburan tanah, jenis gulma, dan tingkat kelembapan tanah.
Kondisi tanah yang baik, terutama pada tanah yang cukup lembab / tercukupinya
kebutuhan air akan membuat potensi perkembangan
pertumbuhan tinggi tanaman akan tumbuh dengan baik. Gangguan yang terjadi pada
awal pertumbuhan tanaman menurut Kuntoharto (1980) akan menurunkan hasil panen,
sedang gangguan yang terjadi pada saat
menjelang panen akan menurunkan kualitas panen. Dengan demikian dinyatakan
Harsono (1990) bahwa periode kritis tanaman terhadap gangguan gulma berada sekitar umur 20-30 hari. Lebih
lanjut menurut Kasasian (1972) menambahkan bahwa periode kritis suatu tanaman
terhadap persaingan gulma berada
di awal pertumbuhan tanaman sampai sepertiga umur tanaman.
3.2.
Diameter Batang Tanaman (cm)
Hasil
analisis menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi yang signifikan antara perlakuan penggunaan mulsa dan perlakuan
penyiangan terhadap diameter batang tanaman. Pada perlakuan faktor
tunggal penggunaan mulsa jerami padi (M2) dan mulsa plastik hitam perak (M3)
dengan perlakuan tanpa mulsa (M1) menunjukkan
berbeda nyata. Namun pada perlakuan faktor tunggal penyiangan, hasil rerata tertinggi pada uji BNT 5 %
ditunjukkan pada penyiangan 2 kali yaitu 1.661 cm. Penggunaan mulsa ternyata tidak berpengaruh terhadap
diameter batang tanaman. Hal ini dapat diduga bahwa gulma yang tumbuh
eksplosif untuk bersaing dengan tanaman kacang
tanah. Hasil analisa menunjukkan bahwa hasil penyiangan berpengaruh pada
diameter batang tanaman, seperti terlihat pada tabel 4.
Tabel 4. Rerata
Diameter Batang Tanaman (cm) Saat Panen Karena Pengaruh Faktor
Tunggal Penyiangan atau Pemberian Mulsa.
Perlakuan
|
Jumlah
|
Diameter
(cm)
|
|
P1
|
1,233 a
|
P2
|
1,524 b
|
P3
|
1,661 c
|
BNT
5%
|
0,056
|
M1
|
1,475 a
|
M2
|
1,471 a
|
M3
|
1,472 a
|
BNT
5%
|
0,056
|
Keterangan
= Angka-angka yang diikuti huruf sama
pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT dengan taraf
5%.
Penyiangan pada lahan yang kondisi pertumbuhan gulma lambat
pada tanaman kacang tanah, tidak terlalu
memerlukan kondisi bebas dari gulma. Hal ini hanya perlu penyiangan pada masa-masa tertentu
untuk mengendalikan gulma.
Diduga karena laju pertumbuhan kacang tanah lebih cepat dari pada laju pertumbuhan gulma jenis Cyperus rotundus. Pertanaman kacang
tanah perlu penanganan penyiangan yang
intensif pada lahan-lahan yang mempunyai
kondisi laju pertumbuhan gulma yang cepat seperti gulma yang berdaun lebar. Hal ini sangat memungkinkan bahwa
penyiangan 2 kali pada umur 30 dan 60 hst cukup menekan pertumbuhan
gulma pada periode kritis pertumbuhan kacang
tanah dengan gulma, sehingga dapat meningkatkan jumlah polong per tanaman.
Dalam hal ini, menurut Harsono (1990) periode kritis adalah suatu periode dimana tanaman sangat peka terhadap
cekaman gulma dan dalam periode
ini akan sangat merugikan. Apabila
tanaman tumbuh bersama dengan gulma selama 20
hari, akan terjadi penurunan hasil sekitar 10 %, dan penurunan ini terus bertambah apabila tanaman tumbuh bersama
gulma hingga panen. Secara ekonomis, perlakuan 2 kali penyiangan dapat
menghemat biaya sebesar 50 % bila dibandingkan
dengan biaya untuk perlakuan bebas gulma.
3.3
Jumlah Daun Sempurna (Helai)
Analisa statistik jumlah
daun sempurna pada penelitian ini terdiri dariempat
(4) kali pengamatan, yaitu 20 hst, 40 hst, 60 hst dan pada saat panen (90
hst).
Tabel 5. Rerata Jumlah Daun Sempurna Umur 20, 40, 60 dan 90 hst Karena
Pengaruh Faktor Tunggal Penyiangan dan Pemberian Mulsa.
Perlakuan
|
Hasil Jumlah Daun Sempurna
(helai) pertanaman
|
|||
20 hst
|
40 hst
|
60 hst
|
90 hst
|
|
P1
|
12,063a
|
30,413a
|
36,974a
|
5,261a0
|
P2
|
13,048c
|
31,972b
|
38,850b
|
55,376b
|
P3
|
12,589b
|
33,023c
|
38,602b
|
58,103c
|
BNT
5%
|
0,377
|
1,4
|
0,63
|
1,9
|
M1
|
12,374a
|
32,321
|
37,550a
|
54,693b
|
M2
|
12,527a
|
31,781
|
38,115a
|
55,676b
|
M3
|
12,799a
|
31,306
|
38,761b
|
53,372a
|
BNT
5%
|
0,377
|
1,4
|
0,63
|
1,9
|
Keterangan
= Angka-angka yang diikuti
huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT
dengan taraf 5%.
Hasil
analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara perlakuan penyiangan dan perlakuan penggunaan mulsa
terhadap jumlah daun pada pengamatan 20, 40, dan 60 hst. Pada
tabel 4, perlakuan factor tunggal
penyiangan 2 kali umur 90 hst menunjukkan bahwa terdapat hasil rerata beda
nyata dengan perlakuan tanpa penyiangan dan perlakuan penyiangan 1 kali. Hal ini
berbeda dengan hasil rerata pada 20, 40, dan 60 hst yang tidak berbeda nyata. Hal
ini dikarenakan adanya serangan penyakit karat daun yang menyerang perlakuan tanpa penyiangan (P1) pada umur menjelang 90
hst.
Penyakit karat daun tersebut disebabkan oleh adanya jamur.
Serangan penyakit karat daun pada awalnya
ditandai dengan adanya bercak kecil berwarna putih pada permukaan daun.
Bercak kemudian membesar dan berubah warna mejadi
kuning kecoklatan yang akhirnya cokelat tua menyerupai karat besi. Hal ini dikarenakan pH tanah pada lahan penelitian cukup
tinggi yaitu 7,4 sehingga pada saat tanaman kacang tanah berumur 85 hst
dapat mempengaruhi kondisi daun yang secara fisiologis kondisinya menurun. Hasil rerata tertinggi pada perlakuan faktor tunggal
penyiangan pada tiap pengamatan yaitu 13.048 helai per tanaman pada 20 hst (P2), 33.032 helai per tanaman pada 40 hst (P3), 38.850 helai per tanaman pada 60 hst (P2), dan 58.103 helai per tanaman pada 90 hst (P3). Sedangkan pada faktor tunggal penggunaan mulsa hasilnya tidak
berbeda nyata. Perlakuan faktor tunggal penggunaan mulsa menunjukkan bahwa
penggunaan jenis mulsa jerami padi (M2) memiliki nilai rerata tertinggi
dibandingkan dengan penggunaan mulsa plastik hitam perak (M3) dan tanpa
menggunakan mulsa (M1). Hasil analisis sidik ragam juga menunjukkan bahwa terjadi
interaksi berbeda sangat nyata antara perlakuan penyiangan dengan penggunaan
mulsa terhadap jumlah daun sempurna tanaman kacang tanah.
3.4
Jumlah Polong
Hasil
analisis statistik menunjukkan bahwa terjadi interaksi yang nyata antara perlakuan penyiangan dan penggunaan mulsa
pada hasil jumlah polong tanaman
kacang tanah per tanaman. Kombinasi perlakuan P3M2 memperoleh hasil rerata tertinggi yaitu 43.887 polong.
Tabel
6. Rerata Jumlah Polong Karena Pengaruh
Faktor Interaksi Penyiangan dan Pemberian Mulsa.
Perlakuan
|
Hasil Jumlah Polong Pertanaman
|
P1M1
|
31,833a
|
P1M2
|
33,920b
|
P1M3
|
30,000a
|
P2M1
|
31,830a
|
P2M2
|
36,860c
|
P2M3
|
37,140c
|
P3M1
|
34,777b
|
P2M2
|
43,667d
|
P3M3
|
42,693d
|
BNT 5%
|
2,12
|
Keterangan
= Angka-angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda
tidak nyata pada uji BNT dengan taraf 5%.
3.5. Hasil Bobot Polong Basah Dan Biji Basah per Tanaman
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa
terjadi interaksi sangat nyata antara perlakuan
penggunaan mulsa dengan penyiangan terhadap hasil polong
basah dan biji basah tanaman kacang tanah.
Tabel 7. Rerata Hasil Bobot
Polong Basah dan Biji Basah pertanaman Karena Pengaruh Penyiangan dan Pemberian
Mulsa.
Perlakuan
|
Hasil (gram) pertanaman
|
|
Polong Basah
|
Biji Basah
|
|
P1M1
|
56,528a
|
17,639a
|
P1M2
|
74,667b
|
24,722b
|
P1M3
|
70,833b
|
21,111a
|
P2M1
|
68,278b
|
27,222b
|
P2M2
|
93,889c
|
42,222c
|
P2M3
|
89,694c
|
39,722c
|
P3M1
|
86,111c
|
39,444c
|
P2M2
|
148,611e
|
82,778e
|
P3M3
|
134,667d
|
73,611d
|
BNT 5%
|
8,43
|
6,183
|
Keterangan = Angka-angka
yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata
pada uji BNT dengan taraf 1%.
Analisis uji BNT dengan taraf 1 % pada Tabel 7 menunjukkan
perlakuan P3M2 (penyiangan 2 kali dan
penggunaan mulsa jerami padi) sangat
memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil rerata polong basah dan biji
basah tanaman kacang tanah dengan rerata hasil polong basah 148.611 gram dan rerata hasil biji basah 82.778 gram. Sedangkan
pada perlakuan P1M1 (tanpa penyiangan dan tanpa mulsa) mendapatkan hasil rerata
terendah yaitu 56.528 gram untuk
polong basah dan 17.639 gram pada hasil biji basah. Perlakuan penggunaan mulsa
juga memiliki peran yang penting dalam
meningkatkan hasil polong basah dan biji basah. Penggunaan mulsa jerami padi
merupakan mulsa yang lebih efisien dalam meningkatkan hasil polong tanaman
kacang tanah.
3.6.
Hasil Bobot Polong Kering dan Biji Kering per Tanaman
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terjadi
interaksi berbeda nyata antara perlakuan penggunaan mulsa dengan
penyiangan terhadap hasil polong
kering dan biji kering tanaman kacang tanah. Hal ini ditunjukkan pada tabel 8 yang menyatakan bahwa hasil rerata antara
perlakuan yang satu dengan yang lain berpengaruh nyata. Rerata tertinggi
polong kering per tanaman dan biji kering per tanaman didapat dari kombinasi
P3M2 yaitu 92.222 gram dan 48.222 gram, dan rerata terendah polong kering per
tanaman dan biji kering per tanaman didapat dari kombinasi P1M1 yaitu 40.556 gram dan 17.833 gram.
Tabel 8. Rerata Hasil Bobot
Polong Kering dan Biji Kering pertanaman Pengaruh Interaksi Penyiangan dan
Pemberian Mulsa.
Hasil
(Gram) pertanaman
|
|||
Polong
Kering
|
Biji
Kering
|
||
P1M1
|
40,556a
|
P1M1
|
17,833a
|
P1M2
|
48,611b
|
P1M2
|
23,611b
|
P1M3
|
48,333b
|
P1M3
|
20,306a
|
P2M1
|
58,056c
|
P2M1
|
25,528b
|
P2M2
|
65,556d
|
P2M2
|
39,472d
|
P2M3
|
61,111c
|
P2M3
|
33,306c
|
P3M1
|
71,111e
|
P3M1
|
32,389c
|
P2M2
|
92,222f
|
P2M2
|
48,222f
|
P3M3
|
75,556e
|
P3M3
|
43,444e
|
BNT 5%
|
4,42
|
BNT 5%
|
2,73
|
Keterangan = Angka-angka
yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata
pada uji BNT dengan taraf 1%untuk polong kering dan uji BNT 5 % untuk Biji
Kering.
Ditinjau dari segi fisiologis tanaman kacang
tanah, sesuai dengan kondisi tanah pada lahan penelitian yang
tercukupinya kebutuhan unsur hara Mg (Magnesium), Ca (Kalsium), K (Kalium),
maka dapat dikemukakan bahwa tersedianya
unsur-unsur Mg (Magnesium), Ca (Kalsium), K (Kalium) pada tanah sangat
berpengaruh pada hasil polong kering dan bobot biji kering tanaman kacang
tanah.
Unsur
Mg (Magnesium) sangat membantu dalam hal pembentukan khlorofil. kekurangan zat Mg (Magnesium) akan berakibat terjadinya
khlorosis. selain pada daun, Mg
(Magnesium) banyak terdapat dalam buah dan juga dalam tanah. Faktor
temperatur, kelembapan, pH, dan beberapa faktor lainnya yang dapat mempengaruhi
tersedianya Mg (Magnesium) di dalam tanah (Sutedjo, 2002).
Ca (Kalsium) termasuk dalam unsur hara yang esensial,
sebagian terdapat dalam daun, Ca (Kalsium) juga terdapat pada
batang yang berpengaruh baik bada pertumbuhan ujung dan
bulu-bulu akar. dalam hal ini, apabila zat-zat ini tidak diperhatikan atau bahkan ditiadakan maka pertumbuhan
ujung dan bulu-bulu akar akan terhenti sedangkan bagian-bagian yang
telah terbentuk akan mati dan berwarna coklat kemerah-merahan (Sutedjo, 2002).
Ca
(Kalsium) adalah unsur yang penting di dalam tanah. Maka perlu diperhatikan bahwa koloid-koloid humus sampai
dengan liat dapat berjonjot karena Ca (Kalsium), dengan adanya Ca (Kalsium)
struktur tanah menjadi mantap karena
Ca (Kalsium) dapat mempengaruhi semua sifat fisik tanah, dan Ca (Kalsium)
membantu daya pengikatan P. Ca (Kalsium) merupakan dasar yang utama untuk mempertahankan pH pada
batas-batas yang cukup netral. Pada keadaan cukup Ca (Kalsium) akan membantu
kehidupan jasad-jasad mikro dan dapat
mempercepat dekomposisi (pembusukan) bahan-bahan organik (Sutedjo, 2002).
Selain itu, dengan adanya Ca (Kalsium) secara langsung dapat mempengaruhi kehidupan tanaman. Tanaman menghisap Ca
(Kalsium) sebanyak 20 - 300 kg/ha/tahun
dengan bentuk CaO. Ca (Kalsium) membantu tumbuhnya dinding sel, perkecambahan, perakaran
dan memberi kekuatan pada tanaman kacang-kacangan. Unsur K (Kalium) berperan
membantu dalam pembentukan protein dan karbohidrat, mengeraskan bagian kayu
dari tanaman, meningkatkan resistensi tanaman
terhadap penyakit, meningkatkan kualitas biji dan buah dan K (Kalium) banyak
terdapat pada sel-sel muda atau bagian tanaman muda. K (Kalium) berperan
sebagai pengatur proses fisiologi tanaman seperti fotosintesis, akumulasi, translokasi, transportasi karbohidrat,
dan mengatur distribusi air dalam jaringan
dan sel. Kekurangan unsur ini menyebabkan daun seperti terbakar dan akhirnya
gugur. Unsur K (Kalium) diserap lebih cepat oleh tanaman dibandingkan Ca
(Kalsium) dan Mg (Magnesium). Jika unsur K (Kalium) berlebih gejalanya sama
dengan kekurangan Mg (Magnesium). Sebab, sifat antagonisme antara K (Kalium)
dan Mg (Magnesium) lebih besar daripada sifat antagonisme antara K (Kalium) dan
Ca (Kalsium).
Kekurangan salah satu unsur hara Mg (Magnesium), Ca (Kalsium), K (Kalium) akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman
mengalami kelainan atau penyimpangan yang mengakibatkan tanaman mati
pada umur muda yang sebelumnya tampak layu kemudian mengering dan dalam
penelitian ini, kombinasi perlakuan P3M2
penyebab tingginya hasil polong kering dan biji kering tanaman kacang tanah disebabkan selain tidak adanya persaingan
perebutan unsur hara oleh gulma yang dikarenakan adanya perlakuan
penyiangan 2 kali, tetapi juga karena
tercukupinya unsur hara Mg (Magnesium), Ca (Kalsium), K (Kalium) dalam tanah karena mulsa jerami padi yang terlapuk
cukup menjaga dan menstabilkan ketiga unsur tersebut sehingga hasil yang
didapatkan juga lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain
3.7. Hasil Bobot Biji Kering Per Petak
Kombinasi perlakuan jenis mulsa jerami padi dengan penyiangan
2 kali (P3M2) menghasilkan rerata hasil lebih tinggi dibandingkan dengan kombinasi perlakuan yang lain. Hasil dari
perlakuan menunjukkan interaksi berbeda nyata. Kombinasi P3M2 menghasilkan
rerata tertinggi 1.695 kg.
Tabel
9. Rerata Bobot Biji Kering per Petak
Pengaruh Interaksi Penyiangan dan Pemberian Mulsa.
Perlakuan
|
Hasil biji kering (Kg) perpetak
|
P1M1
|
1,060a
|
P1M2
|
1,157b
|
P1M3
|
1,127a
|
P2M1
|
1,240c
|
P2M2
|
1,590f
|
P2M3
|
1,443e
|
P3M1
|
1,359d
|
P2M2
|
1,695g
|
P3M3
|
1,533f
|
BNT 5%
|
0,07
|
Keterangan = Angka-angka
yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata
pada uji BNT dengan taraf 5%.
Mulsa
jerami padi yang digunakan pada perlakuan M2 pada saat panen telah melapuk dan terurai dapat menjadi bahan
organik bagi tanah. Lapisan tanah yang memiliki fraksi bahan organik
yang tinggi disebut humus. Bahan organic yang terurai merupakan sumber unsur
mineral yang tinggi. Tanah yang kaya bahan organik akan terbentuk pori-pori
tanah yang baik, dan memiliki daya absorbsi air tinggi.
3.8.
Hasil Bobot Biji Kering Per Hektar
Hasil
analisis statistik menunjukkan bahwa terjadi interaksi yang nyata antara perlakuan penggunaan mulsa (M) dan perlakuan
penyiangan (P) terhadap hasil biji kering per hektar.
Tabel 10. Rerata Bobot Biji Kering per Hektar Karena
Pengaruh Interaksi Penyiangan dan Pemberian Mulsa.
Perlakuan
|
Hasil biji kering (Ton/Ha)
|
P1M1
|
1,238a
|
P1M2
|
1,351b
|
P1M3
|
1,316a
|
P2M1
|
1,448c
|
P2M2
|
1,857f
|
P2M3
|
1,686e
|
P3M1
|
1,587d
|
P2M2
|
1,980g
|
P3M3
|
1,791f
|
BNT 5%
|
0,083
|
Keterangan = Angka-angka
yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata
pada uji BNT dengan taraf 5%.
Secara keseluruhan, perlakuan P3M2 menunjukkan hasil tertinggi
yaitu dengan nilai rerata 1.980 ton/ha. Hal
ini juga terlihat pada parameter hasil biji kering per tanaman, per petak, dan
per hektar. Hasil uji BNT dengan taraf 5 % menunjukkan bahwa perlakuan penyiangan 2 kali pada umur 30 dan 60 Hari Setelah Tanam terbukti membantu penyerapan
unsur hara dalam pengisian polong dan biji sehingga produksi menjadi
meningkat dengan bebasnya persaingan tanaman utama kacang tanah dengan gulma.
Hasil analisa usaha tani yang disajikan pada lampiran 20
menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan P3M2,
memberikan hasil tertinggi dengan hasil 1,98 ton/ha dengan keuntungan bersih Rp. 16.140.000, hal ini sangat berbeda
nyata dari perlakuan P1M1 dengan
hasil 1,23 ton/ha dan keuntungan bersih yaitu Rp. 8.715.000.
Penyiangan 2 kali meningkatkan hasil biji
kering per hektar dibandingkan dengan
tanpa penyiangan dan penyiangan 1 kali, hal ini karena pada tahap fase pertumbuhan vegetatif tanaman membutuhkan bebas
dari gulma, dan selanjutnya pada fase berbunga merupakan masa kritis untuk
pembentukan polong dimana gulma merupakan pesaing
dalam hal perebutan unsur hara dan ruang gerak tanaman utama. Gulma merupakan tanaman pengganggu
yang
sangat mengganggu tumbuh kembang
tanaman kacang tanah, oleh sebab itu tanaman kacang tanah membutuhkan
kondisi lingkungan tumbuh yang bebas dari tumbuhnya gulma. Perlakuan penyiangan dua kali dapat meningkatkan
hasil sangat nyata lebih tinggi dan
dapat menghemat biaya dibandingkan dengan perlakuan bebas gulma, dan dapat menurunkan bobot kering gulma
rata-rata 56,9 % dengan kenaikan hasil biji 33 % daripada kontrol
(Purnomo, 1996).
Namun
pada penelitian ini, pada kombinasi perlakuan penyiangan 2 kali dan penggunaan
jenis mulsa jerami padi terdapat kenaikan hasil biji kering sebesar 59 %
daripada kontrol. Hasil ini lebih baik dibandingkan dengan penelitian Purnomo
(1996), hal ini dikarenakan pada penelitian tanaman kacang tanah ini selain
dilakukan perlakuan penyiangan 2 kali juga dilakukan pemberian mulsa.
Anonymous
(2011), mulsa jerami padi memiliki beberapa kelebihan
antara lain dapat di peroleh secara bebas / gratis karena dapat diperoleh dari sisa panen padi, memiliki efek menurunkan suhu
tanah, mengonservasi tanah.
Dengan menekan erosi dan dapat menghambat pertumbuhan tumbuhan pengganggu / gulma. Dari hasil pelapukan mulsa
jerami padi tersebut juga dapat menghasilkan
lapisan humus pada tanah, sehingga menjadikan tanah lebih gembur dan
aerasi tanah menjadi lebih baik. Namun demikian, mulsa jerami padi juga
memiliki kekurangan antara lain tidak tersedia sepanjang musim tanam, tetapi
hanya saat musim panen padi, hanya tersedia di sekitar sentra budidaya padi sehingga daerah yang jauh dari pusat budidaya padi
membutuhkan biaya ekstra untuk
transportasi dan tidak dapat digunakan lagi untuk masa tanam berikutnya.
Dalam
penelitian ini dapat dikemukakan bahwa penggunaan mulsa jerami padi telah
memberikan kontribusi unsur hara dan mineral tanah terhadap tanaman kacang tanah yang baik, sehingga menambah bahan
organik tanah karena mudah lapuk setelah rentang waktu 2 bulan setelah
tanam.
IV. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Sebagai faktor tunggal,
perlakuan intensitas penyiangan 2 kali (P3) pada umur 30 dan 60 Hari Setelah Tanam memberikan rerata tertinggi terhadap tinggi
tanaman umur 20 HST, 40 HST, 60 HST dan 90 HST, maupun terhadap jumlah polong, bobot polong basah, bobot polong kering, bobot biji
basah, dan bobot biji kering.
2. Sebagai faktor tunggal,
perlakuan penggunaan jenis mulsa jerami padi (M2) memberikan rerata tertinggi terhadap
hasil produksi tanaman kacang tanah.
3. Terdapat interaksi
antara perlakuan intensitas penyiangan 2 kali (P3) dan penggunaan jenis mulsa jerami padi (M2) / kombinasi P3M2 terhadap hasil kacang
tanah, dimana perlakuan P3M2 memberikan rerata tertinggi pada parameter jumlah polong, bobot polong basah, bobot
polong kering, bobot biji basah,
dan bobot biji kering.
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T. 2005. Meningkatkan Produksi Kacang Tanah di Lahan Sawah dan
Lahan Kering. Jakarta. Penebar
Swadaya.
Anonymous. 2004. Paket Teknologi Anjuran Budidaya Kacang Tanah
di Lahan Kering. Instalasi Penelitian dan
Pengkajian Teknologi Pertanian Mataram.
Anonymous. 2011.
Mulsa. http : //wbln18.mulsa penutup
tanah/essd.html (Diakses tanggal 20 April 2013).
Anonymous. 2011. Varietas
Kacang Tanah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan atau Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Damanik, dkk. 1994.
Pengaruh Penggunaan Mulsa Jerami Padi Terhadap Beberapa Sifat Fisik Tanah dan
Laju Infiltrasi Pada Latosol Darmaga (Studi pada tanaman Kacang Tanah).
Banjarbaru. Risalah Hasil Penelitian Kacang-kacangan 1990-1993. Badan Litbang Pertanian Banjarbaru.
Fachruddin,
Lisdiana, Ir. 2000. Budidaya Kacang-kacangan. Yogyakarta. Kanisius.
Harsono, A. 1990.
Cara Tanam Kacang Hijau Setelah Padi Sawah. Seminar Hasil Penelitian Pangan.
Puslitbangtan Bogor.
Kasasian, L. 1972. Weed
Control in the Tropics. Leonard Hill London.
Kuntoharto, K.
1980. Pengantar Ilmu Gulma. Malang. Departemen Agronomi. Fakultas Pertanian.
Universitas Brawijaya.
Marzuki, Rasyid. 2007. Bertanam Kacang Tanah. Jakarta.
Penebar Swadaya.
Munandir, J., dan
E. Mardiati. 1990. Pengaruh
Legin pada Periode Kritis Kacang Tanah
(Arachis hypogaea L.)Varietas
Gajah Karena Persaingan Gulma. Agrivita.
Novizan. 2002.
Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Jakarta. Agro Media Pustaka.
Purnomo, J. 1996.
Pengaruh Pengolahan Tanah, Penyiangan dan Populasi Tanaman terhadap Produksi
Kacang-kacangan. Malang. Penelitian Palawija. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.
Radjit, B.S. 1992.
Uji Keterandalan Paket Teknologi Kacang Hijau di Lahan Sawah. Laporan Kemajuan
Balittan Malang.
Rahmawati, Teti.
2000. Pengaruh Pemulsaan (Plastik Hitam Perak) terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Serta Penyebaran Peanut Stripe Virus (PSTV)
pada Enam Varietas Kacang Tanah (Arachis
hypogaea L.). Bogor. Institut
Pertanian Bogor.
Riswandi, Dani.
1995. Pengaruh Berbagai Ketebalan Mulsa Jerami Padi Terhadap Gulma, Pertumbuhan
dan Hasil Kacang Tanah.
Sri Najiyati dan Danarti. 1993. Palawija, Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Jakarta.
Penebar Swadaya.
Sudjana. 1980. Desain dan Analisis Eksperimen. Bandung.
Tarsito.
Supadi, AS. 2000.
Rancangan Percobaaan Praktis Bidang Pertanian. Yogyakarta. Kanisius.
Suryami, Yami.
2000. Pengaruh Mulsa Plastik Hitam Perak Terhadap Penyebaran Peanut Stripe
Virus (PSTV) dan Produksi Kacang
Tanah (Arachis hypogaea L.)
Galur-Galur Introgesi. Institut Pertanian Bogor.
Sutedjo, Mul. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan.